Bahasa Asli Yesus

Historisitas peristiwa-peristiwa

, seorang sejarawan dan senator Romawi, menulis tentang penyaliban Kristus (Yesus) dalam

yang berisi sejarah Kekaisaran Romawi pada abad pertama.

Para sejarawan telah mencapai konsensus tertentu seputar dasar-dasar kehidupan Yesus.[53]

Yesus adalah orang Yahudi dan dilahirkan dalam keluarga Maria dan Yusuf. Ia dibesarkan di Nazaret di Galilea.[262] Kebanyakan akademisi modern, seperti E. P. Sanders dan Géza Vermes, umumnya menganggap Yusuf sebagai ayah Yesus.[263][264] Mereka menyatakan bahwa doktrin kelahiran Yesus dari perawan berasal dari pengembangan teologis, bukan peristiwa sejarah.[263] Para akademisi lainnya memandang bahwa kelahiran dari perawan dapat dibuktikan oleh dua injil berbeda kendati terdapat variasi detail.[265][266][267][268][269] Dalam pandangan ini, F. Dale Bruner mengatakan bahwa kelahiran dan konsepsi dari perawan merupakan suatu tradisi yang sesuai dengan kriteria beberapa pengesahan karena laporan dari Injil Matius dan Lukas berfungsi sebagai dua kesaksian yang independen dari tradisi tersebut.[270]

Sebagian besar akademisi modern memandang pembaptisan Yesus sebagai suatu fakta sejarah yang definitif, dan juga penyalibannya. James D.G. Dunn menyatakan bahwa kedua peristiwa itu "mendapatkan persetujuan yang nyaris universal" dan "diberikan peringkat yang sedemikian tinggi dengan skala yang 'hampir tidak mungkin untuk diragukan atau ditolak' sebagai fakta sejarah" sehingga sering menjadi titik awal penelitian tentang Yesus historis. Para akademisi mengemukakan kriteria permaluan, dengan mengatakan bahwa kaum Kristen awal tidak akan menciptakan suatu peristiwa baptisan yang dapat mengisyaratkan bahwa Yesus berbuat dosa dan ingin bertobat.[272]

Pelayanan Yohanes merupakan salah satu dari banyak gerakan pembaruan yang berupaya untuk memperkuat Yudaisme dalam menghadapi tekanan pengaruh Helenistik. Gerakan yang dilakukannya dipandang tidak biasa karena menentang kepemimpinan Yahudi, bukan pendudukan Romawi. Ia adalah orang pertama dari banyak nabi abad ke-1 yang membesarkan harapan akan campur tangan ilahi. Yesus dianggap terinspirasi oleh Yohanes dan mengambil alih banyak elemen pengajarannya. Namun pengajaran Yesus lebih menekankan rahmat dan pengampunan daripada penghakiman.

Sebagian besar akademisi berpendapat bahwa Yesus hidup di Galilea dan Yudea serta tidak berkhotbah atau belajar di tempat lain.[275] Mereka sepakat bahwa Yesus berdebat dengan otoritas Yahudi mengenai subjek Allah, melakukan beberapa penyembuhan, mengajar dengan berbagai perumpamaan, dan mengumpulkan pengikut. Perumpamaan Yesus mengenai Kerajaan Allah menggunakan penggambaran orisinal dan mencolok, sebagai contoh, menyamakannya dengan sebuah biji sesawi atau ragi. Mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus sesuai dengan konteks sosial pada zaman itu, namun ia mendefinisikannya secara berbeda. Pertama, Yesus mengaitkannya dengan iman dari mereka yang disembuhkan. Kedua, ia menghubungkannya dengan nubuat akhir zaman. Penyembuhan-penyembuhan yang dilakukan Yesus telah lama dipandang benar secara harfiah dan terkadang dianggap sebagai penipuan, tetapi saat ini suatu pemahaman mengenai terapi psikosomatik mengarahkan lebih banyak orang untuk percaya bahwa penyembuhan iman adalah mungkin.[277] Para kritikus Yahudi menganggap pelayanan Yesus dipenuhi skandal karena ia berpesta dengan orang-orang berdosa, bergaul akrab dengan kaum perempuan, dan mengizinkan para pengikutnya untuk memetik gandum pada hari Sabat.

Yesus adalah seorang pengusir setan, sebagaimana ditunjukkan oleh Graham Twelftree. Kisah-kisah mengenai Yesus mengusir setan terdapat dalam tradisi-tradisi paling awal dan bukan penambahan oleh para penulis di kemudian hari.

Yesus mengajarkan bahwa seorang sosok apokaliptik, yaitu "Putra Manusia" ("Anak Manusia"), akan segera datang dalam awan-awan kemuliaan untuk mengumpulkan orang-orang yang terpilih, atau orang-orang pilihan (Markus 13:24-27, Matius 24:29-31, Lukas 21:25-28).[279] Ia menyebut dirinya sendiri sebagai seorang "putra manusia" dalam pengertian sehari-hari "seorang pribadi", tetapi para sejarawan tidak tahu apakah Yesus juga merujuk pada dirinya sendiri ketika ia menyebut "Putra Manusia" surgawi.[279] Paulus dan kaum Kristen awal lainnya menafsirkan "Putra Manusia" sebagai Yesus yang telah bangkit.[279]

Gelar Kristus, atau Mesias, menunjukkan bahwa para pengikut Yesus meyakininya sebagai pewaris takhta Raja Daud yang diurapi, yang diharapkan beberapa kalangan Yahudi untuk menyelamatkan Israel.[279] Injil merujuk Yesus bukan hanya sebagai seorang Mesias tetapi dalam bentuk mutlak sebagai "Mesias", atau dipersamakan dengan "Kristus".[280] Dalam Yudaisme awal, bentuk mutlak gelar ini tidak ditemukan, tetapi hanya terdapat frasa seperti "Mesiasnya".[280] Tradisi tersebut dianggap cukup ambigu sehingga memberikan ruang untuk perdebatan mengenai apakah Yesus mendefinisikan peran eskatologisnya sebagai Mesias yang dimaksud.[280] Tradisi mesianik Yahudi meliputi berbagai bentuk yang berbeda, beberapa di antaranya berfokus pada seorang sosok Mesias dan yang lainnya tidak. Berdasarkan pada tradisi Kristen, Gerd Theissen melanjutkan dengan hipotesis bahwa Yesus melihat dirinya sendiri dalam hal-hal mesianik tetapi tidak mengklaim gelar "Mesias". Bart Ehrman berpendapat bahwa Yesus menganggap dirinya sebagai Mesias, walaupun dalam arti bahwa ia akan menjadi raja tatanan politik baru yang akan dimulai oleh Allah,[282] bukan dalam pengertian yang dipegang oleh kebanyakan orang saat ini tentang istilah tersebut.[283]

Sebagian besar akademisi menganggap penyaliban Yesus adalah faktual karena kaum Kristen awal tidak akan menciptakan kematian yang menyakitkan untuk pemimpin mereka. Sangat mungkin bahwa para pemimpin keimaman besar Saduki dari Bait Allah menjadikan Yesus dieksekusi karena alasan-alasan politik daripada karena pengajarannya.[114] Mereka mungkin telah menganggap Yesus sebagai suatu ancaman terhadap stabilitas, terutama setelah ia menyebabkan suatu gangguan di Bait Allah.[114][285][286] Faktor-faktor lain, sebagai contoh masuknya Yesus ke Yerusalem, mungkin juga berkontribusi terhadap keputusan ini.[287] Pilatus kemungkinan besar melihat penyebutan Kerajaan Allah oleh Yesus sebagai suatu ancaman terhadap otoritas Romawi dan karenanya bekerja sama dengan para elite Bait Allah untuk mengeksekusi Yesus.

Setelah kematian Yesus, para pengikutnya mengatakan bahwa ia bangkit dari kematian, walaupun rincian yang tepat mengenai pengalaman mereka tidak jelas. Referensi tertulis yang paling awal mengenai kebangkitan Yesus adalah 1 Korintus 15, diperkirakan ditulis pada pertengahan tahun 50-an M.[289] Surat Paulus kepada jemaat di Roma dimulai dengan beberapa baris yang bercirikan sebagai suatu kredo pra-penulisan surat-surat Paulus.[290] Kalimat tersebut merujuk pada kebangkitan Yesus, dan pernyataan puitis ini mungkin berasal dari tahun 30-an.[290]

Beberapa dari mereka yang mengklaim menyaksikan kebangkitan Yesus kemudian kematian-Nya karena keyakinan mereka.[291] Menurut E. P. Sanders, laporan-laporan Injil saling bertentangan sehingga, menurutnya, memberi kesan adanya persaingan di antara mereka yang mengklaim telah melihat Yesus untuk pertama kalinya sehingga bukan suatu penipuan yang disengaja.[292] Di sisi lain, L. Michael White mengemukakan bahwa inkonsistensi dalam Injil mencerminkan perbedaan-perbedaan dalam agenda para penulisnya.[53] Para pengikut Yesus membentuk suatu komunitas untuk menantikan kembalinya dan pendirian kerajaannya.[293]

Penelitian modern seputar Yesus historis belum menghasilkan suatu gambaran seragam mengenai Yesus sebagai figur historis, sebagian dikarenakan adanya beragam tradisi akademik yang direpresentasikan oleh para akademisi. Mengingat kelangkaan sumber-sumber sejarah, umumnya masing-masing akademisi mengalami kesulitan untuk membangun suatu potret Yesus yang dapat dianggap valid secara historis selain daripada elemen-elemen dasar kehidupannya. Potret Yesus yang dibangun dalam pencarian-pencarian ini sering kali berbeda satu sama lain, dan dari gambaran yang terlukis dalam Injil.[296]

Keilmuan kontemporer, yang merepresentasikan "pencarian ketiga", menempatkan Yesus secara tegas dalam tradisi Yahudi. Para akademisi terkemuka dalam "pencarian ketiga" ini misalnya E. P. Sanders, Geza Vermes, Gerd Theissen, Christoph Burchard, dan John Dominic Crossan. Menurut E. P. Sanders, Yesus dipandang sebagai pendiri suatu "gerakan pembaruan dalam Yudaisme". Keilmuan ini mengisyaratkan suatu kesinambungan antara kehidupan Yesus sebagai figur karismatik yang berkelana dan gaya hidup yang sama diteruskan oleh para pengikutnya setelah kematiannya. Kriteria utama yang digunakan untuk membedakan detail historis dalam "pencarian ketiga" adalah kriteria kemasukakalan secara historis, relatif terhadap konteks Yahudi Yesus dan pengaruhnya pada Kekristenan. Ketidaksepakatan utama dalam penelitian kontemporer yaitu mengenai apokaliptik. Sebagian besar akademisi menyimpulkan bahwa Yesus adalah seorang pengkhotbah apokaliptik, sama seperti Yohanes Pembaptis dan Rasul Paulus. Sebaliknya, beberapa akademisi terkemuka Amerika Utara, seperti Burton L. Mack dan John Dominic Crossan, mengadvokasi seorang Yesus yang non eskatologis, seseorang yang lebih menyerupai seorang bijak yang Sinis daripada seorang pengkhotbah apokaliptik. Selain menggambarkan Yesus sebagai seorang nabi apokaliptik, seorang penyembuh yang karismatik atau seorang filsuf sinis, beberapa akademisi menggambarkan Yesus sebagai Mesias sejati atau seorang nabi perubahan sosial yang egaliter.[298] Namun, atribut-atribut yang dideskripsikan dalam potret-potret tersebut terkadang tumpang tindih, dan para akademisi yang berbeda pendapat dalam beberapa atribut terkadang sependapat dalam yang lainnya.[300]

Sejak abad ke-18, para akademisi kadang-kadang mengemukakan bahwa Yesus adalah seorang mesias nasional yang politis, tetapi bukti atas potret ini dipandang tidak signifikan.[114] Demikian pula, pengemukaan bahwa Yesus adalah seorang Zelot tidak sesuai dengan strata tradisi Injil Sinoptik yang paling awal.[114]

Genealogi dan kelahiran

Injil Matius dan Injil Lukas menyajikan genealogi atau silsilah Yesus. Injil Matius menelusuri garis keturunan Yesus sampai kepada Abraham, melalui Daud. Injil Lukas menelusuri garis keturunan Yesus melalui Adam sampai kepada Allah.[84] Daftar-daftar tersebut identik antara Abraham dan Daud, tetapi sangat berbeda mulai dari Daud sampai kepada Yesus. Para akademisi Kristen lazimnya (dimulai dengan sejarawan Eusebius[85]) telah mengemukakan berbagai teori yang berupaya menjelaskan perbedaan garis keturunan tersebut,[86] misalnya bahwa laporan Injil Matius didasarkan pada garis keturunan Yusuf sedangkan Injil Lukas didasarkan pada garis keturunan Maria. Akademisi biblika modern seperti Marcus Borg dan John Dominic Crossan menganggap kedua silsilah tersebut sebagai invensi untuk menyesuaikan dengan konvensi sastra Yahudi.[87]

Injil Matius dan Injil Lukas mendeskripsikan kelahiran Yesus, khususnya bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perawan di Betlehem sebagai pemenuhan nubuat para nabi. Laporan dari Injil Lukas menekankan peristiwa-peristiwa sebelum kelahiran Yesus dan berpusat pada Maria, sementara Injil Matius kebanyakan mencakup peristiwa-peristiwa setelah kelahiran dan berpusat pada Yusuf.[89] Kedua laporan tersebut menyatakan bahwa Yesus dilahirkan bagi Yusuf dan Maria, tunangannya, di Betlehem, dan kedua laporan tersebut mendukung doktrin kelahiran dari perawan yang menyatakan bahwa Yesus dikandung secara ajaib dari Roh Kudus di dalam rahim Maria dan ia tetap seorang perawan.[91][93] Kelahiran dari perawan telah menjadi salah satu ajaran yang konsisten dalam keyakinan Kristen ortodoks, walaupun sejumlah teolog liberal mempertanyakannya selama 150 tahun terakhir ini.[94] Injil Matius berulang kali mengutip Perjanjian Lama untuk mendukung keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan untuk bangsa Yahudi.

Dalam Injil Matius, Yusuf mengalami kegundahan karena Maria, tunangannya, telah hamil (Matius 1:19–20), tetapi dalam mimpi pertama Yusuf seorang malaikat meyakinkannya agar tidak takut untuk mengambil Maria sebagai istrinya karena anak yang dikandungnya dikandung dari Roh Kudus.[96] Dalam Matius 2:1–12, orang-orang Majus atau Magi dari Timur membawakan hadiah-hadiah bagi bayi Yesus yang dipandang sebagai Raja Orang Yahudi. Herodes mendengar perihal kelahiran Yesus, dan ia ingin membunuh Yesus sehingga memerintahkan pembunuhan semua bayi laki-laki di Betlehem. Tetapi seorang malaikat memperingatkan Yusuf dalam mimpinya yang kedua, dan keluarga tersebut melarikan diri ke Mesir —untuk kemudian kembali dan menetap di Nazaret.[96][98]

Menurut Lukas 1:31–38, Maria mengetahui dari malaikat Gabriel bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak yang disebut Yesus melalui tindakan Roh Kudus.[89][91] Pada waktu Maria akan melahirkan, ia dan Yusuf melakukan perjalanan dari Nazaret ke kampung halaman Yusuf di Betlehem untuk mendaftarkan diri dalam sensus yang diperintahkan oleh Kaisar Agustus. Ketika berada di sana Maria melahirkan Yesus, dan karena mereka tidak mendapat tempat di rumah penginapan, ia menempatkan bayi yang baru dilahirkannya di dalam sebuah palungan (Lukas 2:1–7). Seorang malaikat mengabarkan kelahiran itu kepada beberapa gembala, selanjutnya mereka pergi ke Betlehem untuk melihat Yesus dan kemudian menyebarkan berita tersebut (Lukas 2:8–20). Setelah mempersembahkan Yesus di Bait Allah, Yusuf, Maria, dan Yesus kembali ke Nazaret.[89][91]

Para murid dan pengikut

Menjelang awal pelayanan Yesus, Ia menetapkan dua belas rasul. Dalam Injil Matius dan Markus, kendati Yesus hanya sekilas saja meminta mereka untuk bergabung dengan-Nya, empat rasul pertama Yesus yang adalah nelayan dideskripsikan segera menyetujui permintaan Yesus serta meninggalkan jala dan perahu mereka untuk melakukannya (Matius 4:18–22, Markus 1:16–20). Dalam Injil Yohanes diceritakan bahwa dua rasul pertama Yesus adalah murid-murid Yohanes Pembaptis. Saat itu Yohanes Pembaptis melihat Yesus dan menyebut-Nya Anak Domba Allah; kedua murid itu mendengarnya dan menjadi pengikut Yesus. Terlepas dari Kedua Belas Rasul, bagian pembukaan Khotbah di Tempat Datar mengidentifikasi sekelompok besar orang sebagai murid-murid (Lukas 6:17). Dalam Lukas 10:1–16 juga dikisahkan Yesus mengutus tujuh puluh atau tujuh puluh dua pengikut-Nya secara berpasangan untuk mempersiapkan kota-kota yang akan dikunjungi Yesus. Mereka diperintahkan untuk menerima keramahtamahan pemilik rumah yang bersedia menampung mereka, menyembuhkan orang sakit, dan menyebarkan berita datangnya Kerajaan Allah.[128]

Dalam Injil Markus, para murid pada saat itu masih bebal. Mereka belum memahami makna dari mukjizat-mukjizat yang dilakukan Yesus (Markus 4:35–41, 6:52), perumpamaan-perumpamaan-Nya (Markus 4:13), atau arti "bangkit dari antara orang mati" (Markus 9:9–10). Ketika kemudian Yesus ditangkap, mereka berlari meninggalkan Yesus (lihat di bawah).

Pemakluman sebagai Kristus dan peristiwa Transfigurasi

Di sekitar bagian tengah masing-masing ketiga Injil Sinoptik, dua episode yang berkaitan menandai suatu titik balik dalam kisah tersebut: Pengakuan Petrus dan Transfigurasi Yesus.[121][152] Peristiwa-peristiwa ini menandai awal mula penyingkapan secara bertahap atas identitas Yesus kepada para murid-Nya dan nubuat Yesus terkait penderitaan dan kematian-Nya.[112][121] Kedua peristiwa ini tidak diceritakan di dalam Injil Yohanes.[77]

Dalam Pengakuannya, Petrus berkata kepada Yesus, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"[153][154] Yesus menegaskan bahwa pengakuan Petrus merupakan kebenaran yang diungkapkan secara ilahi.[156]

Dalam peristiwa Transfigurasi (Matius 17:1–9, Markus 9:2–8, dan Lukas 9:28–36),[112][121] Yesus mengajak Petrus dan dua rasul lainnya ke atas suatu gunung yang tidak disebutkan namanya, di mana "Yesus berubah rupa di depan mata mereka, wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang." Kemudian awan terang muncul menaungi mereka, dan terdengar suara dari awan tersebut yang mengatakan, "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia" (Matius 17:1–9). Dalam 2 Petrus 1:16-18, Petrus sendiri menegaskan bahwa ia menyaksikan Transfigurasi Yesus, dan menyatakan bahwa tradisi apostolik didasarkan pada kesaksian dari saksi mata.[159]

Pekan terakhir sebelum kematian

Deskripsi pekan terakhir kehidupan Yesus (sebagian kalangan menyebutnya Pekan Sengsara) diceritakan dalam sekitar sepertiga narasi pada Injil Kanonik,[83] dimulai dengan masuknya Yesus ke Yerusalem dan berakhir dengan Penyaliban Yesus.

Dalam Injil Sinoptik, pekan terakhir di Yerusalem adalah akhir dari perjalanan menjelajahi Perea dan Yudea yang Yesus awali di Galilea. Yesus mengendarai seekor keledai muda untuk masuk ke Yerusalem, mencerminkan suatu nubuat dari Kitab Zakharia di mana tertulis bahwa seorang raja Yahudi yang rendah hati memasuki Yerusalem dengan cara demikian (Zakharia 9:9).[55] Orang-orang di sepanjang jalan menghamparkan jubah mereka dan ranting-ranting kecil dari pohon (dikenal sebagai daun palem) di depan Yesus dan menyanyikan bagian dari Mazmur 118:25–26.

Selanjutnya Yesus mengusir para penukar uang dari Bait Allah, menuduh mereka telah mengubahnya menjadi sarang penyamun karena aktivitas komersial yang mereka lakukan. Yesus kemudian bernubuat tentang kehancuran yang akan datang, termasuk nabi-nabi palsu, peperangan, gempa bumi, penganiayaan terhadap orang-orang beriman, tampilnya seorang "pembinasa keji", dan berbagai kesengsaraan yang tak tertahankan (Markus 13:1–23). Kata Yesus, "Anak Manusia" akan mengutus para malaikat untuk mengumpulkan orang beriman dari seluruh bagian bumi (Markus 13:24–27). Menurut Stephen L. Harris, Yesus memperingatkan bahwa hal-hal ini akan terjadi pada masa hidup mereka yang mendengarnya (Markus 13:28–32).

Dalam Injil Sinoptik juga dikisahkan bahwa Yesus terlibat konflik dengan para tua-tua Yahudi, misalnya pada saat mereka mempertanyakan otoritas Yesus, dan Ia mengkritik mereka serta menyebut mereka orang-orang munafik. Yudas Iskariot, salah seorang dari kedua belas rasul, secara diam-diam melakukan tawar-menawar dengan tua-tua Yahudi, setuju untuk melakukan pengkhianatan dengan menyerahkan Yesus kepada mereka demi tiga puluh keping perak.[163][164]

Injil Yohanes menceritakan dua perayaan lain di mana Yesus mengajar di Yerusalem sebelum Pekan Sengsara (Yohanes 7:1–10:42). Yesus kembali dekat Yerusalem, di Betania, di mana Ia membangkitkan Lazarus dari kematian sehingga membuat ketegangan meningkat antara Yesus dan otoritas Yahudi. Pihak otoritas tersebut kemudian bersekongkol untuk membunuh Yesus (Yohanes 11). Membangkitkan Lazarus dipandang sebagai tanda paling ampuh yang pernah dibuat Yesus. Di Betania, Maria dari Betania meminyaki kaki Yesus dan menjadi pertanda penguburan Yesus.[165] Yesus kemudian memasuki Yerusalem sebagai Mesias. Orang banyak yang bersorak-sorai menyambut Yesus saat Ia memasuki Yerusalem menambah kebencian otoritas Yahudi. Dalam Injil Yohanes, peristiwa Yesus menyucikan Bait Allah dikisahkan terjadi saat kunjungan Paskah Yahudi yang sebelumnya di Yerusalem. Injil Yohanes selanjutnya menceritakan Perjamuan Malam Terakhir yang diadakan Yesus bersama dengan para murid.

Perjamuan Terakhir merupakan terakhir kalinya Yesus bersantap bersama 12 rasul di Yerusalem sebelum Ia disalibkan. Perjamuan Terakhir disebutkan dalam keempat Injil kanonik; Surat Paulus yang Pertama kepada Jemaat di Korintus (11:23–26) juga menyebutkannya.[44] Selagi bersantap, Yesus memprediksikan bahwa salah seorang rasul akan mengkhianati-Nya. Meskipun setiap rasul menyatakan diri tidak akan mengkhianati-Nya, Yesus menegaskan kembali bahwa yang akan berkhianat itu ada di antara mereka yang hadir. Matius 26:23–25 dan Yohanes 13:26–27 secara spesifik mengidentifikasi Yudas sebagai pengkhianat tersebut.[44]

Dalam Injil Sinoptik, Yesus mengambil roti, memecah-mecahkannya, dan memberikannya kepada murid-murid, sambil mengatakan, "Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu." Yesus kemudian meminta mereka semua minum dari suatu cawan, dengan mengatakan, "Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu" (Lukas 22:19–20).[44][168] Ordinansi atau Sakramen Perjamuan Kudus (Ekaristi) Kristen didasarkan pada peristiwa-peristiwa ini.[169] Meskipun Injil Yohanes tidak menyertakan deskripsi ritual roti dan anggur tersebut selama Perjamuan Terakhir, kebanyakan akademisi sepakat bahwa Yohanes 6:22–59 memiliki karakter ekaristis dan menggemakan narasi kelembagaannya dalam Injil Sinoptik dan dalam tulisan-tulisan Paulus tentang Perjamuan Terakhir.

Dalam keempat Injil, Yesus memprediksi bahwa Petrus akan menyangkal telah mengenal-Nya sebanyak tiga kali sebelum ayam jantan berkokok keesokan paginya.[171][172] Dalam Injil Lukas dan Yohanes, prediksi tersebut disampaikan selama Perjamuan Terakhir berlangsung (Lukas 22:34, Yohanes 22:34). Dalam Injil Matius dan Markus, prediksi tersebut disampaikan setelah Perjamuan Terakhir selesai; Yesus juga memprediksi bahwa semua murid akan lari meninggalkan Dia (Matius 26:31–34, Markus 14:27–30). Injil Yohanes merupakan satu-satunya laporan yang menyajikan peristiwa Yesus membasuh kaki para murid setelah bersantap. Injil Yohanes juga memuat suatu khotbah panjang Yesus untuk mempersiapkan para murid (sekarang tanpa Yudas) menghadapi kepergian Yesus. Bab 14–17 dari Injil Yohanes dikenal sebagai Amanat Perpisahan dan merupakan salah satu sumber konten Kristologis yang penting.[174][175]

Setelah Perjamuan Terakhir, Yesus pergi untuk berdoa, kemudian Yudas dan pihak otoritas Yahudi datang untuk menangkap Yesus.

Setelah ditangkap, Yesus dibawa ke Sanhedrin (atau Mahkamah Agama), yaitu badan peradilan Yahudi. Terdapat beberapa perbedaan detail seputar peradilan atas Yesus di dalam laporan-laporan Injil.[178] Dalam Matius 26:57, Markus 14:53, dan Lukas 22:54, Yesus dibawa ke rumah imam besar, Kayafas, di mana Yesus diejek dan dipukuli pada malam itu. Keesokan paginya para imam kepala dan ahli kitab membawa Yesus keluar dari pengadilan mereka.[181] Yohanes 18:12–14 menyatakan bahwa Yesus pertama kali dibawa kepada Hanas, mertua Kayafas, dan selanjutnya kepada sang imam besar.[181]

Selama persidangan Yesus sangat sedikit berbicara, tidak ada pembelaan diri, serta memberikan jawaban-jawaban secara tidak langsung dan hanya sesekali saja atas pertanyaan-pertanyaan para imam, menyebabkan seorang petugas menampar Yesus. Dalam Matius 26:62, ketidakacuhan Yesus membuat Kayafas bertanya kepada-Nya, "Tidakkah Engkau memberi jawab atas tuduhan-tuduhan saksi-saksi ini terhadap Engkau?"[181] Dalam Markus 14:61 imam besar lalu bertanya kepada Yesus, "Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?" Yesus menjawab, "Akulah Dia", dan kemudian memprediksi akan datangnya Putra Manusia (Anak Manusia).[25] Hal ini mengakibatkan Kayafas merobek jubahnya sendiri dalam kemarahan dan menuduh Yesus melakukan penghujatan. Dalam Injil Matius dan Lukas, jawaban Yesus lebih ambigu:[25] dalam Matius 26:64 Yesus menjawab, "Engkau telah mengatakannya", dan dalam Lukas 22:70 Yesus menjawab, "Kamu sendiri mengatakan bahwa Akulah Anak Allah."[184]

Mereka membawa Yesus ke pengadilan Pilatus, dan Pilatus tampak sangat enggan untuk menghukum Yesus; menurut Robert W. Funk, adalah tua-tua Yahudi yang harus disalahkan atas penyaliban Yesus.[185] Agustinus dari Hippo mengatakan bahwa Pilatus tidaklah bebas dari kesalahan, karena ia menggunakan kekuasaannya untuk mengeksekusi Yesus.[186] Para tetua Yahudi meminta gubernur Romawi Pontius Pilatus untuk mengadili dan menghukum Yesus, menuduh-Nya mengklaim sebagai Raja orang Yahudi.[181] Penggunaan kata "raja" dipandang sebagai pokok diskusi antara Yesus dan Pilatus. Dalam Yohanes 18:36 Yesus menyatakan, "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini", tetapi Yesus tidak membantah secara tegas sebutan Raja orang Yahudi.[187][188] Dalam Lukas 23:7–15 Pilatus menyadari bahwa Yesus adalah orang Galilea, dan dengan demikian berada di bawah yurisdiksi Herodes Antipas. Pilatus mengirimkan Yesus kepada Herodes untuk diadili, tetapi Yesus tidak mengatakan apapun dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan Herodes. Herodes dan prajuritnya mengejek Yesus, mengenakan sebuah jubah mahal pada Yesus untuk membuat-Nya terlihat seperti seorang raja, dan mengembalikan Yesus kepada Pilatus, yang kemudian memanggil para tetua Yahudi dan mengumumkan bahwa ia "tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya".

Dengan pertimbangan kebiasaan Paskah Yahudi pada zaman itu, Pilatus mengizinkan seorang tahanan dipilih oleh orang banyak untuk dibebaskan. Ia memberikan mereka pilihan antara Yesus dan seorang pembunuh bernama Barabas. Karena bujukan para tetua Yahudi (Matius 27:20), massa memilih untuk melepaskan Barabas dan menyalibkan Yesus. Pilatus menulis pada sebuah papan dengan bahasa Ibrani, Latin, dan Yunani yang berbunyi "Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi" (disingkat INRI dalam penggambaran-penggambaran) untuk ditempelkan di atas kayu salib Yesus (Yohanes 19:19–20), menyuruh orang untuk mendera Yesus, dan mengirim Yesus untuk disalibkan. Para prajurit menempatkan Mahkota duri di kepala Yesus dan mengolok-olok-Nya sebagai Raja orang Yahudi. Mereka memukuli dan mengejek Yesus sebelum membawa-Nya ke Kalvari,[194] yang juga disebut Golgota, untuk disalibkan.[181]

Penyaliban Yesus dideskripsikan dalam keempat Injil kanonik. Setelah proses persidangan, Yesus memanggul salib menuju Kalvari; menurut tradisi, rute yang dilalui Yesus selama memanggul salib dikenal sebagai Via Dolorosa. Ketiga Injil Sinoptik mengindikasikan bahwa Simon dari Kirene membantu Yesus setelah dipaksa oleh prajurit Romawi untuk melakukannya. Dalam Lukas 23:27–28 Yesus mengatakan kepada para perempuan di antara orang banyak yang mengikuti-Nya agar tidak menangisi-Nya melainkan agar mereka menangisi diri mereka sendiri dan anak-anak mereka. Di Kalvari, Yesus ditawarkan semacam ramuan yang biasa ditawarkan sebagai obat penghilang rasa sakit. Menurut Injil Matius dan Markus, Yesus menolaknya.

Para prajurit kemudian menyalibkan Yesus dan membuang undi atas pakaian Yesus. Di atas kepala Yesus di kayu salib terdapat inskripsi tulisan Pilatus, "Yesus dari Nazaret, Raja orang Yahudi"; para prajurit dan orang-orang yang lewat di sana mengejek Yesus terkait hal tersebut. Yesus disalibkan di antara dua penyamun yang telah dinyatakan bersalah, salah seorang di antaranya menghardik Yesus, sedangkan seorang yang lainnya membela Yesus. Para prajurit Romawi mematahkan kaki kedua penyamun tersebut (suatu prosedur yang digunakan untuk mempercepat kematian dalam suatu penyaliban), tetapi mereka tidak mematahkan kaki Yesus karena saat itu Yesus telah menghadapi kematian-Nya. Dalam Yohanes 19:34, salah seorang prajurit menikam lambung Yesus dengan tombak sehingga darah dan air mengalir keluar.[199] Dalam Matius 27:51–54, ketika Yesus menghadapi kematian-Nya, tirai besar di Bait Allah terkoyak dan terjadi gempa bumi yang mengakibatkan makam-makam terbuka. Karena sangat ketakutan menyaksikan peristiwa-peristiwa tersebut, seorang perwira Romawi menyatakan bahwa Yesus adalah Putra Allah.

Pada hari yang sama, Yusuf dari Arimatea, dengan izin Pilatus dan dengan bantuan Nikodemus, menurunkan jenazah Yesus dari kayu salib, membungkus-Nya dengan kain bersih, dan membaringkan Yesus di dalam makamnya dari bukit batu yang dipahat. Dalam Matius 27:62–66, pada hari berikutnya para imam kepala Yahudi meminta Pilatus supaya makam tersebut diamankan, dan atas izin Pilatus para imam tersebut menyegel batu besar yang menutupi pintu masuk makam serta menempatkan penjaga.

Bahasa, etnis, dan penampilan

Yesus dibesarkan di Galilea dan banyak dari pelayanannya dilakukan di sana. Bahasa yang digunakan di Galilea dan Yudea selama abad pertama Masehi meliputi bahasa Aram Palestina Yahudi, Ibrani, dan Yunani Koine, dengan didominasi bahasa Aram.[304][305] Terdapat konsensus kuat bahwa Yesus menyampaikan sebagian besar ajarannya dalam bahasa Aram.

Sebagian besar akademisi modern bersepakat bahwa Yesus adalah seorang Yahudi dari Palestina abad pertama,[308][309] Ioudaios dalam bahasa Yunani Perjanjian Baru[h] adalah sebuah istilah yang dalam konteks saat itu dapat merujuk pada agama (Yudaisme Bait Kedua), etnis (dari Yudea), atau keduanya.[311] Dalam sebuah tinjauan mengenai status keilmuan modern, Amy-Jill Levine menuliskan bahwa keseluruhan pertanyaan tentang etnis adalah "penuh dengan kesulitan", dan "melampaui pengakuan bahwa 'Yesus adalah Yahudi', jarang terjadi keilmuan membahas apa artinya menjadi 'Yahudi'".

Perjanjian Baru tidak memberikan uraian terkait penampilan fisik Yesus sebelum kematiannya—secara umum tidak memedulikan penampilan rasial dan tidak menyinggung ciri-ciri dari orang yang disebutkannya.[313][314][315] Yesus mungkin tampak seperti seorang Yahudi tipikal pada zamannya dan menurut beberapa akademisi cenderung memiliki penampilan kekar karena gaya hidupnya yang asketis dan senantiasa mengembara.[316]

Teori mitos Kristus adalah hipotesis bahwa Yesus dari Nazaret tidak pernah ada; atau seandainya pun Yesus ada, ia tidak ada kaitannya dengan Kekristenan dan laporan-laporan dalam Injil.[317] Bruno Bauer (1809–1882) mengemukakan bahwa Injil pertama adalah sebuah karya sastra yang menghasilkan sejarah, bukan mendeskripsikannya. Menurut Albert Kalthoff (1850–1906), suatu gerakan sosial menghasilkan Yesus ketika berhadapan dengan harapan-harapan mesianis Yahudi. Arthur Drews (1865–1935) melihat Yesus sebagai bentuk konkret dari suatu mitos yang telah ada sebelum Kekristenan. Terlepas dari argumen-argumen yang dikemukakan oleh para penulis yang mempertanyakan keberadaan seorang Yesus historis, tetap ada suatu konsensus kuat dalam keilmuan biblika kritis-historis bahwa seorang Yesus historis memang pernah hidup di daerah itu dan dalam periode waktu tersebut.[319][320][321][322][323][324][325]

Terlepas dari para murid dan pengikut Yesus, orang-orang Yahudi pada zaman tersebut umumnya menolak Yesus sebagai Mesias, sebagaimana juga sebagian besar orang Yahudi masa kini. Para teolog Kristen, konsili ekumenis, dan kalangan lainnya telah banyak menghasilkan tulisan ekstensif mengenai Yesus selama berabad-abad. Berbagai aliran dan skisma Kristen sering kali didefinisikan atau dicirikan melalui deskripsi mereka tentang Yesus. Sementara kalangan Manikean, Gnostik, Muslim, Baha'i, dan lainnya memberikan tempat penting bagi Yesus di dalam agama mereka.[326][327][328] Yesus juga memiliki para pencela atau pengkritik, baik dahulu maupun sekarang.

Yesus adalah figur utama dalam Kekristenan. Pandangan-pandangan Kristen tentang Yesus bervariasi, namun dimungkinkan untuk meringkas keyakinan-keyakinan kunci yang dipegang oleh denominasi-denominasi besar, sebagaimana dinyatakan dalam teks-teks pengakuan iman atau katekismus mereka.[330][331][332] Pandangan-pandangan Kristen tentang Yesus berasal dari berbagai sumber, termasuk Injil kanonik dan surat-surat Perjanjian Baru seperti surat-surat Paulus dan tulisan-tulisan Yohanes. Semua dokumen ini menguraikan keyakinan-keyakinan kunci yang dipegang oleh umat Kristen mengenai Yesus, termasuk kehidupan duniawi, kemanusiaan, dan keilahian-Nya, dan bahwa Ia adalah Kristus dan Putra Allah.[333] Kendati banyak keyakinan bersama di antara mereka, tidak semua denominasi Kristen sependapat atas semua doktrin; terdapat perbedaan-perbedaan besar maupun kecil seputar ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan tersebut sepanjang sejarah Kekristenan selama berabad-abad.[334]

Perjanjian Baru menyatakan bahwa kebangkitan Yesus adalah dasar dari iman Kristen (1 Korintus 15:12–20).[335] Umat Kristen percaya bahwa melalui kematian-Nya sebagai kurban dan kebangkitan-Nya, manusia dapat didamaikan dengan Allah serta karenanya ditawarkan keselamatan dan janji akan kehidupan kekal.[336] Mengingat perkataan Yohanes Pembaptis pada hari setelah pembaptisan Yesus, doktrin-doktrin ini terkadang menyebut Yesus sebagai Anak Domba Allah, yang disalibkan untuk memenuhi peran-Nya sebagai pelayan atau hamba Allah.[337][338] Dengan demikian Yesus dilihat sebagai Adam baru dan terakhir, yang ketaatan-Nya bertolak belakang dengan ketidaktaatan Adam.[339] Umat Kristen memandang Yesus sebagai seorang panutan, umat beriman Kristiani yang berfokus pada Allah diminta untuk meniru-Nya.

Kebanyakan kalangan Kristen percaya bahwa Yesus adalah manusia sekaligus Putra Allah. Terdapat perdebatan teologis terkait kodrat Yesus,[i] beberapa kalangan Kristen awal memandang Yesus sebagai subordinat Bapa, dan kalangan lainnya memandang Yesus lebih sebagai salah satu aspek dari Bapa daripada pribadi yang berbeda.[25][340] Gereja menyelesaikan isu-isu tersebut dalam konsili-konsili kuno, yang menetapkan Tritunggal Mahakudus, dengan pengakuan bahwa Yesus adalah sepenuhnya manusia sekaligus sepenuhnya Allah.[25] Kalangan Kristen Trinitarian pada umumnya meyakini bahwa Yesus adalah Logos, penjelmaan Allah, dan Allah Putra, yang sepenuhnya ilahi sekaligus sepenuhnya manusia. Namun, doktrin Tritunggal atau Trinitas tidak diterima secara universal dalam semua kalangan Kristen.[341][342] Seiring dengan Reformasi Protestan, kalangan Kristen seperti Michael Servetus dan kaum Socinian mulai mempertanyakan pengakuan-pengakuan iman kuno yang menetapkan dua kodrat Yesus.[25] Kelompok Kristen nontrinitarian meliputi Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir,[343] Unitarian,[340] dan Saksi-Saksi Yehuwa.

Umat Kristen tidak hanya menjunjung tinggi figur Yesus, tetapi juga Nama-Nya. Devosi kepada Nama Yesus Yang Tersuci dapat ditelusuri kembali ke masa awal Kekristenan.[344] Devosi dan perayaan ini terdapat dalam Kekristenan Timur maupun Barat.

Pada abad ke-20, kelompok-kelompok Protestan menjadi terbagi-bagi secara nyata dalam hal seberapa jauh mereka mendukung penelitian kritis dan historis terkait pribadi Yesus. Denominasi-denominasi Protestan mengizinkan sejumlah penyelidikan tersebut tetapi berbeda dalam hal seberapa jauh penyelidikan tersebut dapat dilakukan. Gereja Katolik Roma memberikan batasan-batasan yang jelas, dan para akademisi Katolik telah terlibat dalam studi kritis yang cukup signifikan di dalam batasan-batasan tersebut.[25]

Yudaisme arus utama menolak gagasan bahwa Yesus adalah Allah, atau seorang perantara dengan Allah, ataupun bagian dari Trinitas.[346] Mereka berkeyakinan bahwa Yesus bukanlah Mesias, dengan alasan bahwa Yesus tidak memenuhi nubuat Mesianik yang tertulis di dalam Tanakh dan juga tidak memenuhi kualifikasi personal Mesias.[347] Menurut tradisi Yahudi, tidak ada nabi lagi setelah Maleakhi,[348] yang menyampaikan nubuat-nubuatnya pada abad ke-5 SM.[349]

Kritik Yahudi seputar Yesus telah ada sejak dahulu. Talmud, yang ditulis dan disusun dari abad ke-3 hingga ke-5 M,[350] memuat kisah-kisah yang sejak abad pertengahan telah dianggap sebagai laporan-laporan yang memfitnah Yesus.[351] Mayoritas sejarawan masa kini menganggap materi ini tidak memberikan satu pun informasi mengenai Yesus historis. Mishneh Torah, suatu karya hukum Yahudi dari abad ke-12 yang ditulis oleh Moshe ben Maimon, menyatakan bahwa Yesus adalah suatu "batu sandungan" yang membuat "mayoritas dunia ini berbuat salah dan melayani seorang Allah selain Tuhan".[353]

Sebagai salah satu figur penting dalam Islam, Yesus (umumnya ditransliterasi sebagai ʾĪsā) dipandang sebagai salah seorang utusan Tuhan (Rasul Allāh) dan Mesias (al-Masih) yang diutus untuk membimbing kaum Israel (Banī Isrāʾīl) dengan suatu syariat berupa kitab suci baru, yaitu Injil.[354][355] Sebagaimana kitab-kitab Tuhan yang lain, Muslim menganggap kitab-kitab injil dalam Perjanjian Baru tidak autentik, serta meyakini bahwa sebagian pesan asli Yesus telah diubah atau hilang dan bahwa Muhammad didatangkan kemudian untuk memulihkannya.[356] Meyakini kenabian Yesus (dan semua utusan Allah yang lain) adalah salah satu syarat untuk menjadi seorang Muslim.[357] Al-Qur'an menyebutkan nama Yesus sebanyak 25 kali—lebih sering daripada Muhammad[358][359]— dan menekankan bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang, sebagaimana semua nabi lainnya, telah dipilih secara ilahiah untuk menyebarluaskan wahyu dari Tuhan.[360] Al-Qur'an mengakui kelahiran Yesus dari perawan, namun Yesus tidak dianggap sebagai penjelmaan Allah ataupun putra Allah. Teks-teks keislaman menekankan monoteisme ketat (Tauḥīd) dan melarang keyakinan adanya sekutu bagi Tuhan, praktik pemberhalaan, atau menyederajatkan Tuhan dengan ciptaannya, yang dalam doktrin Islam disebut Syirik.[361] Al-Qur'an (19:30-34 dan 19:30-34) menyatakan bahwa Yesus sendiri tidak pernah mengklaim ketuhanan atau keilahian melainkan Kerasulan (seorang Utusan) yang menyembah kepada Tuhan,[362] dan mengestimasi bahwa saat Pengadilan Terakhir, Yesus akan menyangkal pernah membuat klaim seperti itu (Al-Qur'an 5:116).[363] Yesus dianggap sebagai seorang Muslim yang beriman pada kepercayaan (Tauḥīd) yang sama dengan Nabi-nabi lainnya namun dengan ketentuan kebijakan Tuhan (Syarīʿat) yang berbeda.[364]

Al-Qur'an 19:17 menguraikan kisah yang menyebutkan seorang malaikat yang menyamar dengan wujud manusia sempurna memberikan kabar gembira kepada Maria (Maryam) bahwa ia akan melahirkan Yesus sementara ia tetap seorang perawan. Kelahiran dari perawan disebut sebagai suatu mukjizat yang terjadi karena kehendak Tuhan.[365][366] Al-Qur'an (21:91 dan 66:12) menyatakan bahwa Allah meniupkan Roh-Nya ke Maria sementara ia tetap suci.[367] Yesus disebut "Roh ciptaan Allah" karena ia terlahir melalui perbuatan dari Roh,[368][365] tetapi keyakinan tersebut tidak diartikan sebagai pra eksistensinya[369] sebagaimana konsep Islam tentang jiwa (Rūḥ) atas setiap makhluk hidup di pra kelahiran.[370]

Untuk mendukung pelayanannya kepada orang-orang Yahudi, Yesus diberikan kemampuan untuk melakukan mukjizat dengan izin Tuhan dan bukan dengan kuasanya sendiri.[362] Melalui pelayanannya, Yesus dipandang sebagai seorang pendahulu Muhammad berdasarkan masa kelahiran.[360] Menurut Al-Qur'an, Yesus diselamatkan Tuhan dari hukuman penyaliban dan seseorang yang diserupakan dengannya menggantikannya di salib,[371][372] sementara Allah mengangkat Yesus ke sisinya berdasarkan redaksi Al-Qur'an 3:55[373] Para ulama berbeda pendapat sebagian menganggap Yesus diangkat secara jasmani, secara rohani dan sebagian lagi menganggap secara majasi berupa diangkatkannya status kemuliaannya.[374] Bagi Muslim, kenaikan tersebut juga merupakan suatu peristiwa besar dalam kehidupan Yesus selain penyaliban.[375] Muslim meyakini bahwa Yesus akan kembali ke bumi pada akhir zaman untuk membunuh Antikristus (ad-Dajjal) di kota Lod membantu Imam Mahdi.[354][376]

Muslim Ahmadiyah memiliki beberapa pandangan berbeda mengenai Yesus. Kaum Ahmadi meyakini bahwa Yesus adalah seorang manusia fana yang selamat dari penyalibannya dan meninggal dunia secara wajar pada usia 120 tahun di Kashmir, India dan dikuburkan di Roza Bal.[377]

Ajaran-ajaran Baha'i memandang Yesus sebagai manifestasi Allah, suatu konsep Bahá'í tentang para nabi[378]—perantara antara Allah dengan manusia, berfungsi sebagai utusan serta mencerminkan kualitas dan sifat Allah.[379] Konsep Bahá'í menekankan kualitas-kualitas bersama kemanusiaan dan keilahian;[379] karena itu mirip dengan konsep Kristen mengenai penjelmaan (inkarnasi).[378] Pemikiran Bahá'í menerima Yesus sebagai Putra Allah.[380] Dalam pemikiran Bahá'í, Yesus adalah penjelmaan sempurna dari sifat-sifat Allah, tetapi ajaran-ajaran Bahá'í menolak gagasan bahwa "esensi yang tak terlukiskan" dari Keilahian terkandung di dalam suatu tubuh tunggal manusia karena keyakinan-keyakinan mereka berkenaan "kemahahadiran dan transendensi esensi Allah".[378]

Bahá'u'lláh, pendiri Kepercayaan Bahá'í, menuliskan bahwa karena setiap perwujudan atau manifestasi Allah memiliki sifat-sifat ilahi yang sama maka dapat dipandang sebagai "kembalinya" secara rohani semua manifestasi Allah yang sebelumnya, dan timbulnya setiap manifestasi baru Allah meresmikan suatu agama yang menggantikan agama sebelumnya. Konsep tersebut dikenal sebagai wahyu progresif.[379] Kaum Bahá'í meyakini bahwa rencana Allah terungkap secara bertahap melalui proses ini seiring dengan kematangan umat manusia, dan bahwa beberapa manifestasi sampai pada pemenuhan spesifik dari misi-misi yang sebelumnya. Dengan demikian, kaum Bahá'í meyakini bahwa Bahá'u'lláh adalah kembalinya Kristus sebagaimana dijanjikannya.[381] Ajaran-ajaran Bahá'í mengonfirmasi banyak aspek mengenai Yesus, namun tidak semua, seperti yang digambarkan dalam kitab-kitab injil. Kaum Bahá'í percaya akan kelahiran dari perawan dan Penyaliban,[382][383] tetapi melihat Kebangkitan dan mukjizat-mukjizat Yesus sebagai hal simbolis.[380][383]

Dalam Gnostisisme Kristen (sekarang merupakan gerakan keagamaan yang telah hampir punah),[384] Yesus diutus dari alam ilahi dan memberikan pengetahuan rahasia (gnosis) yang diperlukan untuk keselamatan. Sebagian besar kaum Gnostik percaya bahwa Yesus adalah seorang manusia yang dirasuki oleh roh "Kristus" pada saat pembaptisannya. Roh tersebut meninggalkan tubuh Yesus pada saat penyaliban, namun bergabung dengannya lagi ketika ia dibangkitkan dari kematian. Namun beberapa kaum Gnostik merupakan doketis yang mempercayai bahwa Yesus tidak memiliki tubuh jasmani, tetapi hanya tampak seolah-olah memilikinya.[385] Manikeisme, salah satu sekte Gnostik, menganggap Yesus sebagai seorang nabi, di samping mengagumi Buddha Gautama dan Zoroaster.[386][387]

Beberapa penganut Hindu menganggap Yesus sebagai awatara atau seorang sadhu serta menekankan kemiripan antara ajaran-ajaran Kresna dan Yesus.[388][389] Paramahansa Yogananda, seorang guru India, mengajarkan bahwa Yesus adalah reinkarnasi dari Elisa dan seorang murid dari Yohanes Pembaptis, reinkarnasi dari Elia.[390] Beberapa kaum Buddhis, termasuk Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14, memandang Yesus sebagai seorang bodisatwa yang mendedikasikan hidupnya untuk kesejahteraan masyarakat.[391] Para penganut agama Cao Đài memuja Yesus sebagai seorang pengajar agama besar. Ia disingkapkan pada saat komunikasi dengan Sosok-Sosok Ilahi sebagai roh dari Sosok Tertinggi mereka (Allah Bapa) bersama dengan pengajar dan pendiri agama besar lainnya seperti Buddha Gautama, Laozi, dan Kong Hu Cu. Gerakan Zaman Baru memiliki berbagai pandangan mengenai Yesus.[394] Kaum Teosofis, yang merupakan asal mula banyak ajaran Zaman Baru,[395] menyebut Yesus sebagai Master Yesus dan percaya bahwa Kristus, setelah berbagai inkarnasi, merasuki tubuh Yesus.[396] Kaum Scientologis mengakui Yesus (bersama dengan figur keagamaan lainnya seperti Zoroaster, Muhammad, dan Buddha) sebagai bagian dari "warisan keagamaan" mereka.[394][397] Kaum Ateis menyangkal keilahian Yesus, namun tidak semuanya memegang pandangan negatif terhadapnya; Richard Dawkins, contohnya, menyebut Yesus sebagai "seorang guru moral besar",[398] sementara menyatakan dalam bukunya The God Delusion bahwa Yesus patut dipuji karena ia tidak memberikan ajaran-ajaran etikanya dari ayat-ayat kitab suci.[399]

Yesus juga memiliki para penentang, baik di masa lalu maupun saat ini. Kritikus-kritikus awal Yesus dan Kekristenan meliputi Celsus pada abad kedua dan Porfirio pada abad ketiga.[400][401] Pada abad ke-19, Nietzsche sangat mengkritik Yesus, yang ajaran-ajarannya ia anggap sebagai "antikodrat" dalam perlakuan mereka terhadap topik-topik seperti seksualitas.[402] Kritikus modern lainnya yang terkenal misalnya Sita Ram Goel, Christopher Hitchens, Bertrand Russell, dan Dayananda Saraswati. Pada abad ke-20, Russell menulis dalam Why I Am Not a Christian bahwa Yesus "tidak begitu bijaksana sebagaimana beberapa tokoh lainnya, dan tentu saja Ia tidaklah bijaksana secara superlatif".[403] Russell menyebut sifat pendendam Yesus merupakan suatu cacat dalam karakter moralnya dalam hal Yesus menurut Injil meyakini adanya hukuman kekal di neraka, yang Russell rasakan tidak ada satupun orang yang "benar-benar humanis secara mendalam dapat mempercayainya".[404] Russell juga mengemukakan pengulangan sikap "amarah balas dendam terhadap orang-orang yang tidak mau mendengarkan khotbah-Nya" yang ia rasakan "mengurangi keunggulan superlatif".[404]

Beberapa penggambaran yang paling awal mengenai Yesus di gereja Dura-Europos secara tegas ditarikhkan sebelum tahun 256.[405] Setelah itu, kendati kekurangan referensi kitab suci ataupun catatan sejarah, sejumlah besar penggambaran Yesus muncul pada dua milenium terakhir yang sering kali dipengaruhi oleh latar belakang budaya, keadaan politik, dan konteks teologis.[302][314] Sebagaimana dalam seni rupa Kekristenan awal lainnya, penggambaran-penggambaran paling awal berasal dari akhir abad kedua atau awal abad ketiga, dan gambar-gambar yang masih ada hingga sekarang utamanya ditemukan di Katakomba Roma.[406]

Penggambaran Yesus dalam rupa gambar sangat kontroversial pada masa Gereja perdana.[407][408][409] Sejak abad ke-5 dan seterusnya, ikon-ikon bercat dalam bentuk datar menjadi populer dalam Gereja Timur.[410] Ikonoklasme Bizantium menjadi penghalang perkembangannya di dunia Timur, namun pada abad kesembilan seni rupa tersebut diizinkan kembali. Transfigurasi merupakan salah satu tema utama dalam seni rupa Kristen Timur, dan setiap rahib Ortodoks Timur yang telah terlatih dalam melukis ikon harus dapat membuktikan keahliannya dengan cara melukis suatu ikon yang menggambarkan peristiwa tersebut.[411] Ikon-ikon menerima tanda-tanda penghormatan eksternal, seperti ciuman dan sujud, serta dipandang sebagai saluran rahmat ilahi yang memiliki kuasa.[410]

Sebelum Reformasi Protestan, crucifix (umumnya disebut "salib" saja) merupakan hal umum dalam Kekristenan Barat.[412] Crucifix merupakan suatu model salib yang terdapat tubuh Yesus tersalib,[412] menjadi ornamen utama altar pada abad ke-13 yang penggunaannya telah nyaris universal di dalam bangunan-bangunan gereja Katolik Roma sampai masa sekarang.[412]

Yesus ditampilkan sebagai seorang bayi dalam sebuah palungan (tempat pakan ternak) di kandang atau gua Natal yang menggambarkan adegan Kelahiran.[413] Ia biasanya disandingkan dengan Maria, Yusuf, berbagai hewan, para gembala, para malaikat, dan orang-orang Majus.[413] Fransiskus dari Asisi (1181/82–1226) dianggap sebagai orang yang mempopulerkan gua Natal, meskipun ia kemungkinan tidak memprakarsainya.[413] Gua Natal mencapai puncak ketenarannya pada abad ke-17 dan ke-18 di selatan Eropa.[413]

Masa Renaisans melahirkan sejumlah seniman yang berfokus pada penggambaran Yesus; Fra Angelico dan seniman lainnya mengikuti Giotto dalam hal pengembangan sistematis gambar-gambar yang tidak memiliki banyak detail.

Reformasi Protestan membawa pembaruan perlawanan terhadap penggambaran, namun pelarangan secara total sangatlah jarang, dan keberatan Protestan terhadap gambar-gambar cenderung menurun sejak abad ke-16. Meskipun gambar-gambar besar umumnya dihindari, beberapa kalangan Protestan saat ini berkeberatan atas ilustrasi-ilustrasi buku yang menggambarkan Yesus.[414][415] Penggunaan penggambaran Yesus dianjurkan oleh para pemimpin denominasi seperti Anglikan dan Katolik[416][417][418] serta merupakan suatu elemen utama dalam tradisi Ortodoks Timur.[420]

Penghancuran total yang terjadi saat pengepungan Yerusalem oleh bangsa Romawi pada tahun 70 Masehi menyebabkan langkanya peninggalan dari Yudea abad pertama dan nyaris tidak ada catatan langsung yang terselamatkan mengenai sejarah Yudaisme dari paruh akhir abad pertama sampai abad kedua.[423][j] Margaret M. Mitchell menuliskan bahwa meskipun Eusebius melaporkan (Sejarah Gereja III 5.3) kalau kaum Kristen awal meninggalkan Yerusalem menuju Pella sesaat sebelum Yerusalem akhirnya diisolasi, perlu diakui bahwa tidak ada peninggalan Kristen tangan pertama dari Gereja Yerusalem awal yang terselamatkan.[425] Namun, sepanjang sejarah Kekristenan, sejumlah relikui yang dikaitkan dengan Yesus telah diklaim meskipun terdapat keraguan-keraguan atasnya. Erasmus, seorang teolog Katolik abad ke-16, menulis secara sinis mengenai maraknya relikui-relikui dan sejumlah bangunan kayu yang diklaim terbuat dari salib yang digunakan dalam Penyaliban. Demikian pula, sementara para ahli memperdebatkan apakah Yesus disalibkan dengan tiga atau empat paku, setidaknya tiga puluh paku suci tetap dihormati di seluruh Eropa sebagai relikui.[427]

Beberapa relikui, seperti peninggalan yang diklaim sebagai Mahkota Duri, hanya dikunjungi peziarah dalam jumlah sedang, sedangkan Kain Kafan Turin (yang dikaitkan dengan devosi Katolik yang telah disetujui terhadap Wajah Kudus Yesus) telah dikunjungi oleh jutaan peziarah,[428] termasuk Paus Yohanes Paulus II dan Benediktus XVI.[429][430] Tidak ada konsensus keilmuan yang mendukung keaslian relikui apapun yang dikaitkan dengan Yesus.[431][k]

Pranala ke artikel terkait

Umat Muslim meyakini bahwa telah banyak nabi diutus oleh

untuk umat manusia. Nabi-nabi ini disebutkan namanya dalam Al-Qur'an.

lima rasul yang mendapatkan gelar

Artikel ini merupakan bagian dari kehidupan

. Untuk hari raya Kristen yang didasarkan atas peristiwa ini, lihat pula

Kisah kelahiran Yesus Kristus dicatat di dalam Alkitab Kristen terutama dalam dua Injil kanonik, Matius dan Lukas. Kedua Injil tersebut menulis bahwa Yesus lahir di Betlehem, di Yudea, oleh seorang perawan, yaitu Maria.

Masing-masing Injil menceritakan kejadian yang sama dengan sudut pandang yang berbeda. Injil Matius dari sudut pandang Rasul Matius yang adalah seorang pemungut pajak menceritakan perihal kedatangan orang majus yang mencari dan menyembah “raja” yang baru lahir, serta mempersembahkan hadiah yang mahal-mahal. Sedangkan Injil Lukas dari sudut pandang Lukas yang adalah seorang dokter menceritakan kisah ini dengan lebih detail, termasuk adanya malaikat dan kedatangan gembala domba yang menyembah bayi Yesus di palungan, secara lebih kronologis. Injil Lukas tidak mencatat mengenai orang-orang majus dari Timur, tetapi mengisahkan kelahiran Yohanes Pembaptis yang terjadi sekitar 6 bulan sebelum kelahiran Yesus, termasuk penampakan malaikat Gabriel yang memberitahukan terlebih dahulu kepada Zakharia, ayah Yohanes Pembaptis.[1]

Kedua Injil juga memberikan silsilah Yesus Kristus. Injil Matius, yang target pembacanya adalah bangsa Yahudi, menitikberatkan pribadi Yesus sebagai Raja, Mesias keturunan raja Israel yang ditunggu-tunggu oleh kaum Yahudi, oleh sebab itu silsilahnya dimulai dari Abraham, bapa orang Yahudi. Pun tulisan-tulisannya penuh dengan simbol-simbol dan pemenuhan nubuatan-nubuatan nabi zaman dulu yang mengatakan bahwa Mesias akan terbit dari keturunan Daud. Ditulis dalam silsilah Yesus ada 14 keturunan dari Abraham hingga raja Daud, 14 keturunan dari Daud hingga masa pembuangan ke Babel, 14 keturunan dari masa pembuangan hingga Yesus.

Injil Lukas, yang target pembacanya adalah bangsa bukan Yahudi, menitikberatkan pribadi Yesus sebagai Anak Manusia dan Anak Allah, Allah semua bangsa, bukan hanya bagi orang Yahudi. Oleh sebab itu silsilahnya dimulai dari Adam, bapa semua umat manusia, bahkan hingga kepada Allah, bapa Adam, pencipta seluruh manusia. Sebagai salah satu pengikut Paulus, Lukas juga mungkin pada saat menulis ini memikirkan Yesus sebagai Adam baru/Adam kedua (bnd. Roma 5:12)

Penggenapan: Yesus Kristus, ... anak Abraham. (Matius 1:1)

Penggenapan: Yesus Kristus ... anak Ishak. (Lukas 3:34)

Penggenapan: Yesus Kristus ... anak Yehuda. (Lukas 3:33)

Penggenapan: Yesus Krist ... anak Yakub. (Matius 1:2)

Penggenapan: Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel"—yang berarti: Allah menyertai kita. (Matius 1:22–23)

Penggenapan: Kedatangan orang-orang majus dari Timur mencari bayi Yesus dengan rombongan unta-unta serta membawa emas dan kemenyan.(Matius 2:1–12)

Penggenapan: Maka genaplah firman yang disampaikan oleh nabi Yeremia: "Terdengarlah suara di Rama, tangis dan ratap yang amat sedih; Rahel menangisi anak-anaknya dan ia tidak mau dihibur, sebab mereka tidak ada lagi." (Matius 2:17–18) Kubur Rahel yang pertama adalah di Betlehem, Efrata, daerah Yudea, wilayah Suku Yehuda (Kejadian 35:19; Kejadian 48:7), di sebelah selatan Yerusalem. Karena Rahel adalah ibu dari Benyamin, maka kemudian makamnya dipindahkan ke Rama, wilayah Suku Benyamin, 7.5 km di sebelah utara Yerusalem.

Penggenapan: Yesus, yang selamat dari pembunuhan di Betlehem, akan kembali dari Mesir, negeri asing.

Penggenapan: Yesus lahir di Betlehem, Yudea.(Matius 2:1; Lukas 2:4), lalu anak-anak lain (saudara-saudara selebihnya) akan dibunuh.(Matius 2:16)

Penggenapan: Yesus lahir di suatu kandang domba di Betlehem. (Lukas 2:7,12) Ada pendapat bahwa tempatnya adalah di Menara Kawanan Domba (Migdal Eder).[2]

Catatan: Tentunya Maria ingin mengetahui apakah perjumpaan dengan malaikat dan percakapan itu sungguh-sungguh dapat dipercaya. Satu-satunya orang yang dapat diajak bicara adalah Elisabet, karena Elisabet juga mengalami kehamilan aneh, sehingga akan mampu mengerti perasaan Maria saat itu. Malaikat Gabriel memberitahu Maria bahwa waktu itu Elisabet sedang hamil 6 bulan.

Catatan: Dari perkataan Elisabet ini, Maria telah mendapatkan sejumlah kepastian, yaitu:

Catatan: Tampaknya Maria hadir pada waktu Yohanes Pembaptis dilahirkan sampai disunat pada hari ke-8. Setelah melahirkan, Elisabet secara hukum Taurat dianggap najis selama 40 hari, sehingga tidak diizinkan untuk berhubungan dengan banyak orang, karena menyebabkan orang yang disentuhnya najis.[3] Jika Maria terus tinggal di sana tentunya merepotkan Elisabet, lagi pula saat itu Maria sudah 3 bulan mengandung dan harus segera memberitahukan Yusuf tentang kehamilannya. Maria menyaksikan bagaimana Zakharia dapat berbicara kembali dan mengingat nyanyian pujiannya yang kemudian dicatat oleh Lukas.

Catatan: Nama Yesus (bahasa Yunani: Ἰησοῦς Iēsoûs) adalah transliterasi nama Ibrani "Yosua" (bahasa Ibrani: יְהוֹשֻׁעַ‎ Yĕhōšuă‘) artinya "YHWH menyelamatkan" atau nama Aram Yesua (bahasa Ibrani: יֵשׁוּעַ‎ Yēšûă‘) artinya "dia menyelamatkan" atau "juruselamat".

Catatan: ada yang menerjemahkan Lukas 2:2 "...pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius..." dari bahasa Yunani sebagai "...pendaftaran yang diadakan sebelum Kirenius...",[4]

Perhatikanlah mulai dari hari ini dan selanjutnya--mulai dari hari yang kedua puluh empat bulan kesembilan. Mulai dari hari diletakkannya dasar bait TUHAN perhatikanlah apakah benih masih tinggal tersimpan dalam lumbung, dan apakah pohon anggur dan pohon ara, pohon delima dan pohon zaitun belum berbuah? Mulai dari hari ini Aku akan memberi berkat!

Tanggal 24 bulan ke-9 (Kislev) dalam kalender Yahudi jatuh sekitar tanggal 25 Desember dalam kalender Gregorian.

Catatan: Pendaftaran dapat dilakukan kapan saja, tetapi Yusuf, sebagai seorang Yahudi yang saleh, memilih datang dari Nazaret, Galilea, bertepatan dengan hari raya penting di mana hukum Taurat menyuruh setiap laki-laki untuk berziarah ke Yerusalem. Betlehem terletak hanya 10 kilometer (6,2 mi) di selatan Yerusalem. Kemungkinan besar ini adalah dekat hari raya Tahun Baru (Rosh Hashanah) pada bulan Tisyri (atau sekitar bulan September kalender Masehi) atau hari raya Sukkot yang memperingati Kemah Suci ("Feast of Tabernacles") di mana Allah diam di antara bangsa Israel, seperti yang diindikasikan dalam Injil Yohanes:[6]

Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran

Kata "diam" dalam bahasa aslinya (bahasa Yunani) adalah "ἐσκήνωσεν" (eskēnōsen), dari kata "σκηνῆς" (skēnēs) yang berarti "kemah" dan dipakai dalam Alkitab bahasa Yunani Septuaginta untuk menyebut Kemah Suci.[7]

Menara ini adalah suatu tempat khusus untuk mengurung domba-domba yang kelak akan dipilih menjadi korban di Bait Allah di Yerusalem. Hieronimus mencatat letaknya 1000 langkah (1,6 kilometer atau 1 mil) dari Yerusalem. Menara Eder adalah bangunan bertingkat. Imam-imam dari Yerusalem akan datang memeriksa domba-domba yang tidak bercacat. Domba jantan untuk korban bakaran, domba betina untuk korban pendamaian.[8] Rabbi Yehuda berkata, domba jantan yang didapati 30 hari sebelum Paskah Yahudi dapat digunakan sebagai "domba Paskah".[9] Dalam masa perkabungan meninggalnya Rahel, Yakub memasang kemahnya dan memelihara dombanya di seberang Migdal-Eder.(Kejadian 35:21). Kelak "domba Allah" akan dilahirkan sebagai penghapus dosa Yakub di menara ini.[2]

Catatan: Matius memulai Injilnya dengan menyatakan Yesus sebagai anak Daud, sehingga Ia sepatutnya lahir di Betlehem, Yudea, kota Daud. Kemudian ia menjelaskan kepada pembacanya, bahwa Yesus dibesarkan di Nazaret, Galilea. Matius tidak pernah menyebutkan bahwa Yusuf dan Maria sebelumnya tinggal di Galilea. Informasi itu didapatkan oleh Lukas kemungkinan dari Maria, ibu Yesus.

Catatan: tampaknya dalam rangka bar mitzvah (bahasa Ibrani: בר מצווה‎, upacara akil baliq) Yesus.

Catatan: Sebagai sejarahwan yang baik, Lukas mencantumkan sumber dari informasi yang didapatnya. Rangkaian cerita kelahiran dan masa kecil Yesus yang dicatat Lukas di Injilnya bersumber dari Maria, ibu Yesus.

Di dalam Matius 1:1-17 versi Alkitab Kabar Baik (BIS)[17] dicatat: "1:1Inilah daftar nenek moyang Yesus Kristus, keturunan Daud, keturunan Abraham.Dari Abraham sampai Daud, nama-nama nenek moyang Yesus sebagai berikut:1:2-5Abraham, Ishak, Yakub, Yehuda dan saudara-saudaranya, Peres dan Zerah (ibu mereka bernama Tamar), Hezron, Ram, Aminadab, Nahason, Salmon, Boas (ibunya adalah Rahab), Obed (ibunya ialah Rut), Isai,1:6dan Raja Daud. Dari Daud sampai pada masa bangsa Israel dibuang ke Babel tercatat nama-nama berikut ini: Salomo (ibunya adalah bekas istri Uria),1:7-11Rehabeam, Abia, Asa, Yosafat, Yoram, Uzia, Yotam, Ahas, Hizkia, Manasye, Amon, Yosia, Yekhonya dan saudara-saudaranya.1:12-15Dari masa bangsa Israel dibuang ke Babel sampai kelahiran Yesus tercatat nama-nama berikut ini: Yekhonya, Sealtiel, Zerubabel, Abihud, Elyakim, Azur, Zadok, Akhim, Eliud, Eleazar, Matan, Yakub, Yusuf suami Maria. Dan dari Maria itulah lahir Yesus yang disebut Kristus.1:17Jadi dari Abraham sampai Daud, semuanya ada 14 generasi. Dari Daud sampai masa bangsa Israel dibuang ke Babel ada 14 generasi juga. Dari masa bangsa Israel dibuang ke Babel sampai kelahiran Kristus ada pula 14 generasi."

Menurut Matius, Yesus adalah keturunan Raja Daud melalui anaknya yang bernama Salomo.

Di dalam Injil Lukas, Lukas 3:23–38, versi Alkitab Kabar Baik (BIS) dicatat: "3:23Pada waktu Yesus mulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira 30 tahun. Menurut pendapat orang, Ia anak Yusuf, anak Eli,3:24anak Matat, anak Lewi, anak Malkhi, anak Yanai, anak Yusuf,3:25anak Matica, anak Amos, anak Nahum, anak Hesli, anak Nagai,3:26anak Maat, anak Matica, anak bintang, anak Yosekh, anak Yoda,3:27anak Yohanan, anak Resa, anak Zerubabel, anak Sealtiel, anak Neri,3:28anak Malkhi, anak Adi, anak Kosam, anak Elmadam, anak Er,3:29anak Yesua, anak Eliezer, anak Yorim, anak Matat, anak Lewi,3:30anak Simeon, anak Yehuda, anak Yusuf, anak Yonam, anak Elyakim,3:31anak Melea, anak Mina, anak Matata, anak Natan, anak Daud,3:32anak Isai, anak Obed, anak Boas, anak Salmon, anak Nahason,3:33anak Aminadab, anak Aram*, anak Hezron, anak Peres, anak Yehuda,3:34anak Yakub, anak Ishak, anak Abraham, anak Terah, anak Nahor,3:35anak Serug, anak Rehu, anak Peleg, anak Eber, anak Salmon[18],3:36anak Kenan,[19] anak Arpakhsad, anak Sem, anak Nuh, anak Lamekh,3:37anak Metusalah, anak Henokh, anak Yared, anak Mahalaleel, anak Kenan,3:38anak Enos, anak Set, anak Adam, anak Allah."

Menurut Injil Lukas, Yesus adalah keturunan Raja Daud melalui anaknya yang bernama Natan.

Kebangkitan dan kenaikan

Dalam keempat Injil, Maria Magdalena pergi mengunjungi makam Yesus pada hari Minggu pagi dan terkejut karena menemukan makam tersebut kosong. Ia kemudian mengetahui bahwa Yesus telah bangkit dari antara orang mati. Kendati Yesus telah memberitahukannya, para murid saat itu belum memahami bahwa Yesus akan bangkit kembali. Setelah peristiwa penemuan makam kosong, Yesus melakukan serangkaian penampakan kepada para murid.

Kenaikan Yesus ke Surga dideskripsikan dalam Lukas 24:50–53, Kisah Para Rasul 1:1–11, dan disebutkan dalam 1 Timotius 3:16. Dalam Kisah Para Rasul, empat puluh hari setelah Kebangkitan, "terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutup-Nya dari pandangan mereka." 1 Petrus 3:22 menyatakan bahwa Yesus telah "duduk di sebelah kanan Allah, setelah Ia naik ke surga."

Kisah Para Rasul mendeskripsikan beberapa penampakan Yesus dalam berbagai visiun atau penglihatan setelah Kenaikan Yesus. Kisah Para Rasul 7:55 mendeskripsikan suatu penglihatan yang dialami oleh Stefanus sesaat menjelang kematiannya.[205] Dalam perjalanan menuju Damaskus, Rasul Paulus mengonversikan diri ke dalam Kekristenan setelah melihat cahaya yang menyilaukan dan mendengar suara yang mengatakan, "Akulah Yesus yang kauaniaya itu" (Kisah Para Rasul 9:5).[206] Dalam Kisah Para Rasul 9:10–18, Yesus memerintahkan Ananias dari Damaskus untuk menyembuhkan Paulus. Peristiwa ini merupakan percakapan terakhir dengan Yesus yang dilaporkan dalam Alkitab sampai Kitab Wahyu,[206] di mana seorang laki-laki bernama Yohanes dikisahkan menerima wahyu dari Yesus mengenai hari-hari terakhir,[207] ketika Yesus diprediksi kembali dalam kemenangan (Wahyu 19:11–21).

Sebelum Abad Pencerahan, laporan-laporan Injil biasanya dipandang sebagai catatan sejarah yang akurat, tetapi sejak saat itu para akademisi mengangkat pertanyaan-pertanyaan mengenai keandalan Injil serta menarik suatu perbedaan antara Yesus yang dideskripsikan di dalam Injil dan Yesus dalam sejarah. Sejak abad ke-18, tiga pencarian keilmuan yang terpisah atas Yesus historis telah berlangsung, masing-masing memiliki karakteristik berbeda dan didasarkan pada kriteria penelitian berbeda, yang sering kali dikembangkan selama pencarian yang menerapkannya. Meskipun terdapat kesepakatan keilmuan tentang keberadaan Yesus,[211][212] dan suatu konsensus dasar tentang garis besar umum kehidupannya,[213] potret Yesus yang dibangun dalam pencarian-pencarian tersebut sering berbeda satu sama lain serta dari citra yang digambarkan dalam laporan-laporan Injil.[214][215]

Pendekatan-pendekatan untuk rekonstruksi sejarah tentang kehidupan Yesus bervariasi dari pendekatan-pendekatan "maksimalis" abad ke-19 yang menerima laporan-laporan Injil sebagai bukti tepercaya sejauh memungkinkan, sampai dengan pendekatan-pendekatan "minimalis" abad ke-20 yang nyaris tidak menerima satu pun mengenai Yesus sebagai sejarah.[216] Pada tahun 1950-an, seiring dengan kecepatan laju pencarian kedua akan Yesus historis, pendekatan-pendekatan minimalis memudar, dan pada abad ke-21, minimalis seperti Price termasuk dalam kaum minoritas yang sangat kecil. Meskipun keyakinan bahwa Injil tidak dapat salah (ineransi) tidak dapat didukung secara historis, banyak akademisi sejak tahun 1980-an berpandangan bahwa, di luar beberapa fakta yang dianggap pasti secara historis, elemen-elemen tertentu lainnya dari kehidupan Yesus "besar kemungkinan terjadi secara historis".[219] Penelitian keilmuan modern mengenai Yesus historis dengan demikian berfokus pada identifikasi elemen-elemen yang paling besar kemungkinannya.[221]

Laporan Injil kanonik

Keempat Injil kanonik (Markus, Matius, Lukas, dan Yohanes) adalah satu-satunya sumber yang substansial terkait kehidupan dan pesan Yesus.[42] Bagian-bagian lainnya dalam Perjanjian Baru, seperti surat-surat Paulus, kemungkinan ditulis beberapa dekade sebelum Injil dan menyertakan berbagai referensi terkait peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan Yesus, misalnya Perjamuan Terakhir dalam 1 Korintus 11:23–26.[44] Kisah Para Rasul 10:37–38 dan 19:4 menyebutkan pelayanan awal Yesus yang didahului oleh Yohanes Pembaptis.[46] Kisah Para Rasul 1:1–11 lebih banyak menceritakan perihal Kenaikan Yesus (juga disebutkan dalam 1 Timotius 3:16) daripada Injil kanonik.

Beberapa kelompok Gnostik dan Kristen awal memiliki deskripsi tersendiri mengenai kehidupan dan ajaran Yesus yang tidak termasuk dalam Perjanjian Baru. Tulisan-tulisan ini meliputi Injil Tomas, Injil Petrus, dan Apokrifon Yakobus, di antara banyak tulisan apokrif lainnya. Kebanyakan akademisi memandangnya sebagai laporan-laporan yang kurang dapat diandalkan dan dituliskan jauh di kemudian hari dibandingkan dengan Injil kanonik.

Injil kanonik terdiri atas empat laporan, masing-masing ditulis oleh seorang penulis yang berbeda. Sampai abad ke-18, Injil Matius secara aklamasi diyakini sebagai Injil yang pertama kali ditulis. Menurut prioritas Markus yang muncul pada abad ke-19, yang pertama dituliskan adalah Injil Markus (ditulis tahun 60–75 M), diikuti oleh Injil Matius (65–85 M), Injil Lukas (65–95 M), dan Injil Yohanes (75–100 M).[51] Di antara keempat laporan tersebut terdapat berbagai perbedaan konten dan urutan peristiwa.[52][53]

Sesuai tradisi, penulisan Injil telah dikaitkan dengan empat penginjil yang memiliki hubungan dekat dengan Yesus: Injil Markus ditulis oleh Yohanes Markus, seorang kolega Petrus;[55] Injil Matius ditulis oleh salah seorang murid Yesus; Injil Lukas ditulis oleh salah seorang rekan Paulus, orang yang disebutkan di dalam beberapa surat; dan Injil Yohanes ditulis oleh murid Yesus lainnya, yang kenyataannya merupakan bagian dari suatu kelompok dalam para murid, bersama dengan Petrus dan Yakobus saudara Yohanes.[56]

Tiga dari keempat laporan tersebut, yaitu Injil Matius, Injil Markus, dan Injil Lukas, dikenal sebagai Injil Sinoptik, dinamakan demikian dari kata Yunani σύν (syn "bersama") dan ὄψις (opsis "pandangan").[57][58][59] Ketiganya memiliki keserupaan dalam konten, penataan naratif, struktur paragraf dan bahasa.[57][58] Sejumlah akademisi berpendapat bahwa sulit untuk menemukan hubungan literer langsung antara Injil-Injil Sinoptik dan Injil Yohanes.[60] Alur beberapa peristiwa (seperti pembaptisan Yesus, transfigurasi, penyaliban, dan interaksi dengan para rasul) diceritakan dalam semua Injil Sinoptik, namun insiden seperti transfigurasi tidak tampak dalam Injil Yohanes, yang juga berbeda dalam hal-hal lainnya —misalnya Pembersihan Bait Allah.[61]

Kebanyakan akademisi sependapat bahwa, mengikuti apa yang dikenal sebagai "hipotesis Markus",[63] para penulis Injil Matius dan Injil Lukas menggunakan Injil Markus sebagai salah satu sumber rujukan untuk penulisan injil mereka. Injil Matius dan Injil Lukas juga memuat beberapa konten yang tidak ditemukan dalam Injil Markus. Untuk menjelaskan hal ini, banyak akademisi yang meyakini bahwa selain Injil Markus kedua penulis tersebut juga menggunakan sumber lain (umumnya disebut "sumber Q").

Menurut suatu konsensus keilmuan umum, Injil Sinoptik, bukan Injil Yohanes, merupakan sumber utama informasi sejarah mengenai Yesus.[65][25] Namun demikian tidak semua yang terkandung dalam Injil Perjanjian Baru dipandang dapat diandalkan secara historis.[67] Elemen-elemen yang keaslian historisnya diperdebatkan misalnya Kelahiran, Pembantaian Kanak-Kanak Suci, Kebangkitan, Kenaikan, beberapa mukjizat Yesus, dan pengadilan Mahkamah Agama.[70] Pandangan-pandangan mengenai Injil berkisar dari keberadaannya sebagai deskripsi-deskripsi tanpa salah tentang kehidupan Yesus hingga ketersediaannya akan informasi historis yang sedikit tentang kehidupan Yesus selain yang mendasar.

Injil Sinoptik menekankan aspek-aspek berbeda mengenai Yesus. Dalam Injil Markus, Yesus adalah Putra Allah dengan mukjizat-mukjizat yang memperlihatkan adanya Kerajaan Allah.[55] Yesus ditampilkan sebagai seorang pembuat mukjizat yang tak kenal lelah, pelayan Allah sekaligus manusia.[74] Injil yang singkat ini mencatat beberapa perkataan atau ajaran Yesus.[55] Injil Matius menekankan bahwa Yesus merupakan pemenuhan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lama, dan adalah Tuhan dari Gereja.[75] Ia adalah Mesias yang meraja, disebut berulang kali sebagai "raja" dan "Putra Daud."[74] Ciri penting dari Injil ini adalah kelima diskursus, kumpulan ajaran-ajaran terkait tema tertentu, termasuk Khotbah di Bukit.[75] Injil Lukas menyajikan Yesus sebagai juru selamat insani-ilahiah yang menunjukkan kasih sayang kepada yang membutuhkannya.[76] Ia diperlihatkan sebagai teman orang-orang berdosa dan yang terkucilkan, datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka.[74] Injil ini memuat perumpamaan-perumpamaan favorit Yesus seperti Orang Samaria yang Baik Hati dan Anak yang Hilang.[76]

Injil Sinoptik dan Injil Yohanes memiliki kesesuaian dalam hal garis besar utama kehidupan Yesus.[77] Yohanes Pembaptis mendahului Yesus, dikatakan bahwa pelayanan mereka sempat bersinggungan, dan Yohanes memberikan kesaksian perihal identitas Yesus.[77] Yesus memberikan pengajaran dan melakukan berbagai mukjizat, paling tidak sebagian terjadi di Galilea.[77] Ia kemudian mengunjungi Yerusalem di mana para pemimpin di sana menyalibkan Yesus, dan kemudian dimakamkan.[77] Setelah itu makam Yesus ditemukan kosong pada hari Minggu, dan Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada para pengikut-Nya.[77]

Prolog Injil Yohanes mengidentifikasi Yesus sebagi penjelmaan dari Firman ilahi (Logos).[78] Sebagai Firman, Yesus hadir dalam kekekalan bersama dengan Allah, beraktivitas dalam seluruh ciptaan, serta sumber kodrat rohani dan moral manusia.[78] Dengan prolog ini, penginjil tersebut menetapkan bahwa Yesus tidak hanya lebih besar daripada para nabi insani masa lampau tetapi lebih besar daripada semua nabi yang pernah ada. Dijelaskan bahwa Yesus tidak hanya berbicara tentang Firman Allah, tetapi Yesus adalah Firman Allah. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengungkapkan peran ilahi-Nya secara terbuka. Di sini Ia menyatakan diri sebagai Roti Hidup, Terang Dunia, Pokok Anggur Yang Benar, dan pernyataan lainnya.[74]

Secara umum, para penulis Perjanjian Baru kurang berminat dalam memberikan penyajian suatu kronologi yang mutlak tentang Yesus atau dalam menyelaraskan peristiwa-peristiwa kehidupan Yesus dengan sejarah sekuler pada zaman itu. Sebagaimana dinyatakan dalam Yohanes 21:25, Injil tidak mengklaim ketersediaan suatu daftar lengkap perihal peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Yesus.[81] Laporan-laporan tersebut utamanya ditulis sebagai dokumen teologis dalam konteks Kekristenan awal, garis waktunya hanya merupakan salah satu pertimbangan sekunder.[82] Salah satu perwujudan Injil sebagai dokumen teologis daripada sekadar kronik sejarah yaitu bahwa sekitar sepertiga isi laporan-laporan tersebut mengisahkan tujuh hari atau minggu terakhir kehidupan Yesus di Yerusalem, yang disebut sebagai Kisah Sengsara.[83] Kendati Injil tidak menyediakan detail yang memadai untuk memenuhi tuntutan para sejarawan modern terkait berbagai kepastian penanggalan, namun dimungkinkan untuk memanfaatkannya sebagai gambaran umum kisah kehidupan Yesus.[67][82]

Soalan: Diperkirakan usia Yesus 33 tahun semasa wafat di salib, tetapi kebanyakan foto/lukisan/patung, kelihatan wajah Yesus sudah lebih tua. Tidak adakah foto asli Yesus?Jawaban: Tentu kita tidak tahu persis seperti apa wajah Yesus yang sebenarnya. Ada pelbagai usaha untuk merekonstruksi wajah Yesus, namun semuanya tidak dapat dipastikan.Semasa era Yesus, belum wujud kamera yang dapat menangkap wajah Yesus, ataupun pelukis yang mampu menggambarkan wajah-Nya.Memang ada lukisan wajah yang dikatakan berasal dari kain yang dipakai oleh Veronika yang mengusap wajah Yesus, sebagaimana yang kita tahu dalam salah satu misteri Ibadat Jalan Salib.Tetapi itu pun beredar pelbagai versi gambaran wajah Yesus. Kita juga mempunyai kain kafan Turin, yang dipandang sebagai kain kafan yang dipakai untuk membungkus jenazah Yesus.Kitab Suci pun tidak menulis deskripsi gambaran wajah Yesus. Ketika Paulus berjumpa dengan Tuhan, hanya digambarkan Dia sebagai cahaya yang memancar dari langit (Lih Kis. 9:3).Kitab Wahyu menggambarkan Anak Manusia, dengan kepala dan rambut putih serta mata ber- nyala, mengenakan jubah yang panjangnya sampai kaki dengan ikat pinggang emas, penuh kuasa dan wibawa Ilahi (Lih. Why. 1:13-14).Namun tidak ada keterangan khusus tentang rupa fizikal dan gambaran pasti tentang tubuh fizikal Yesus.Sejak bila ada gambaran wajah Yesus dalam bentuk lukisan ataupun patung? Diperkirakan hal itu sudah muncul sejak awal Gereja, lebih-lebih lagi ketika umat Kristiani masih hidup dalam penganiayaan dan sering tinggal dalam katakombe. Akan tetapi pada ketika itu, gambaran yang seringkali digunakan ialah gambaran ikan (ichtys: ixtus), burung pelikan ataupun sauh.Usaha untuk menggambarkan wajah Yesus masih menjadi kontroversi, kerana ia selalu dipengaruhi dengan penggambaran dewa-dewa yang beredar masa itu. Maka bapa-bapa Gereja pada ketika itu, tidak menyetujuinya.Malahan pernah disarankan agar Gereja tidak memasang gambar atau lukisan di dinding- dinding, kerana mematuhi Sepuluh Perintah Tuhan agar tidak membuat patung (Lih. Kel. 20:4).Dalam sejarah Gereja, kita tahu akan ikonoklasme, pertelingkahan yang menyebabkan pembinasaan atau penghancuran akan gambar atau lukisan, juga tentang Yesus.Akan tetapi dalam perkembangan masa, ramai umat Kristiani mempunyai peranan penting atau berkedudukan maka semakin banyak muncul gambar-gambar serta kemudian patung yang menggambarkan wajah Yesus.Menurut catatan abad ke dua dan empat, hal tersebut sudah muncul tetapi belum begitu tersebar. Walaupun perdebatan soal itu masih terjadi, namun perlahan-lahan semakin tersebar.Semacam ada kesepakatan umum, wajah Yesus tergambar secara indah, wajah mahupun tubuh-Nya. Apa yang penting adalah gambaran wajah Yesus bukan tentang ketepatan wajah-Nya sebaliknya lebih kepada kepentingan devosi atau kebaktian.Maka apakah wajah Yesus seperti yang digambarkan pada potret atau patung pada masa sekarang — tidaklah terlalu penting.Betapapun Yesus wafat di usia 33 tahun, gambaran Dia sedang dicubai menunjukkan wibawa serta kuasa, maka tidak menghairankan kalau Yesus digambarkan dalam usia yang lebih tua. Bukan aspek fizikal yang penting, namun gambaran visual yang membantu umat dari aspek penyembahan dan doa.Kini beredar pelbagai macam gambar tentang Yesus, selaras dengan budaya mahupun konteks sosial misalnya masyarakat orang Asli yang membuat patung Yesus dengan pakaian etnik mereka. Semuanya itu sah, tidak salah, kerana ia adalah ungkapan iman. — Fr T. Krispurwana Cahyadi, SJ, hidupkatolik

Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan Inggris telah menemukan potret baru wajah Yesus. Rupanya gambar ini berbeda dengan apa yang selama ini digambarkan di berbagai lukisan atau potret yang dipajang di banyak gereja. Selama ini para ilmuwan meyakini bahwa sampai saat ini penampakan gambar Yesus adalah murni dari imajinasi seniman. Tidak ada kerangka dan DNA untuk menganalisa secara akurat. Bahkan Kitab Suci Perjanjian Baru tidak pernah memberikan gambaran yang jelas tentang rupa Yesus Kristus.

Namun demikian, seperti dikabarkan TheSun, Selasa (15/12/2015), kemajuan dalam ilmu antropologi forensik memungkinkan para ahli menciptakan apa yang mereka yakini, yaitu menemukan gambaran paling akurat dari Yesus. Dibantu oleh ahli arkeolog dari Israel, para ahli ini menggunakan metode yang sama dengan polisi saat melacak penjahat untuk menemukan penampakan wajah aslinya.

Richard Neave, seniman ahli medis (dokter) lulusan University of Manchester yang memimpin penelitian ini, selama dua dekade telah berhasil merekonstruksi puluhan wajah terkenal, mulai dari Philip II dari Makedonia hingga ayah dari Alexander Agung Raja Midas Frigia.

Neave dan timnya kemudian menggunakan computerized tomography untuk membuat irisan sinar X dari sebuah tengkorak. Hal ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang kompleks tentang struktur wajah, otot, dan kulit. Dengan teknologi ini, para ilmuwan mampu membangun gambaran tiga dimensi rekonstruksi wajah Yesus.

Uniknya, pencarian para ahli ini tidak menemukan sama sekali penampakan Yesus Kristus dengan rambut emasnya, bermata sayu, berkulit pucat, dan gambaran umum lainnya tentang sosok Yesus seperti yang diyakini dan tergambarkan banyak orang hingga saat ini.

Berlawanan dengan kepercayaan populer, para ahli justru meyakini bahwa Yesus Kristus memiliki mata gelap, bertubuh pendek seperti kebanyakan orang saat itu dan berjanggut tebal seperti orang Yahudi pada umumnya.

Sementara itu, Alison Galloway, seorang profesor antropologi dari University of California mengatakan, “Gambaran Neave tentang sosok Yesus Kristus merupakan gambaran yang mungkin lebih dekat dengan kebenaran daripada pekerjaan banyak guru besar lainnya.” (Ibo)

**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini

**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

Suara.com - Apakah Anda bisa mengenali wajah lelaki di bawah ini? Sekilas mungkin Anda akan bertanya-tanya siapa sejatinya lelaki berjenggot dan berambut hitam ini. Anda mungkin pula terkejut apabila ada yang mengklaim bahwa ini adalah wajah asli dari Yesus Kristus, juruselamat dalam kepercayaan Kristen.

Forensic Anthropologist Richard Neave, this is what Jesus Christ may have looked like. Using information from skulls found at Israeli archaeological sites, this is his rendition. What do you think?

Wajah lelaki tersebut memang amat jauh berbeda dengan penggambaran sosok Yesus dalam berbagai literatur Kristiani modern. Selama ini, Kristus digambarkan dengan sosok lelaki berkulit putih, serta rambut pirang dan jenggot panjang.

Sementara gambar lelaki di atas dibuat berdasarkan data forensik dari tengkorak kaum lelaki Yahudi di abad pertama Masehi. Pembuatnya adalah seorang seniman anatomi asal Inggris.Si seniman, Richard Neave, mantan profesor di Manchester University, membuat gambar wajah tersebut setelah meneliti tiga tengkorak orang Yahudi di sekitar kawasan Galilea, Israel. Sekitar sepuluh tahun silam, Neave meminjam metode yang biasa digunakan pakar forensik untuk mengidentifikasi korban kejahatan untuk menggambar wajah yang ia klaim sebagai Yesus.Memang, gambar lelaki yang diklaim sebagai wajah asli Yesus itu bukan hal baru. Setelah sempat beredar beberapa waktu lalu, gambar tersebut kini kembali ramai diperbincangkan di media sosial.Profesor Neave yang merupakan pakar antropologi forensik, menggunakan tomografi terkomputerisasi untuk menciptakan irisan-irisan tengkorak. Dengan mengevaluasi ketebalan tengkorak di beberapa bagian tertentu, dia membuat kulit dan otot dari wajahnya.Tak hanya itu. Neave juga meriset gambar-gambar kuno di situs-situs arkeologi untuk menentukan warna dari rambut Yesus. Ia pun mempelajari Alkitab untuk memperkirakan seberapa panjang rambut Yesus.Masih tidak ada jawaban pasti soal seperti apakah wajah asli dari Yesus Kristus. Awal tahun ini, beberapa penyidik kepolisian Italia juga mencoba merekonstruksi wajah Yesus dengan bantuan Kain Kafan Turin, kain kafan untuk memakamkan Yesus Kristus yang meninggal di kayu salib.Namun, hasil rekonstruksi yang dibuat para polisi Italia itu amat berbeda dengan hasil rekonstruksi wajah yang dilakukan oleh Profesor Neave. (Independent)

BERITA MENARIK LAINNYA:

Mulan Jameela Blak-blakan, Ini Pesan Maia

Kasus Teraneh di Dunia Medis Sepanjang 2015

Layaknya Dongeng, Anak Ini Miliki Hidung Pinokio

Doyan Oral Seks, Drummer "Poison" Kena Kanker Lidah

Pada pertanyaan sebelumnya untuk umat kristen Mana dalilnya asal percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat dijamin pasti masuk surga ?

Pertanyaan selanjutnya Mana Foto asli wajah Yesus dan siapa pemotretnya

Berdasarkan ayat tersebut, bagi mereka yang mengatakan asal percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat dijamin pasti masuk surga, padahal tidak melakukan perintah Allah dan Yesus, maka bukan jaminan surga yang didapat, tapi neraka.Sebagian besar rumah umat Kristiani hampir dapat dipastikan terpampang gambar Yesus Kristus dan ibunya Maria sebagai foto Yesus asli dengan penampilan yang ganteng dan cantik rupawan dengan pakaian yang berwarna warni. Tentu menjadi pertanyaan:

1.Apakah muka Maria dan anaknya adalah wajah Yesus asli atau itu hanya hasil rekayasa saja untuk di Tuhan kan?

2.Jika wajah mereka itu asli, siapa yang memotretnya?

3.Tustel atau camera merek apa yang dipakai saat itu?

4. Apakah 2000an tahun yang lalu sudah ada camera atau tustel berwarna?

Jawabannya pasti semuanya mustahil tetapi banyak umat Kristiani terlihat begitu khusu’ bila sembahyang atau meminta pertolongan dihadapan lukisan Yesus juga Maria. Gambar atau lukisan berikut ini adalah Maria dan Yesus menurut versi bangsa-bangsa di beberapa negara di dunia.

Apakah gambar di atas adalah foto atau lukisan, Jika Foto berarti ini manusia jaman sekarang dipilih yang cantik dan ganteng kemudian di foto terus di katakan inilah Maria dan anaknya Yesus, mungkin saja saat sekarang mereka masih hidup.

Benarkah ini foto yang menggambarkan Yesus ? sebenarnya dia adalah salah seorang bintang film yang memerankan sebagai yesus, saat ini diapun masih hidup.

Lukisan ketiga ini menggambarkan seseorang yang di sebut Yesus dengan penampilan yang lain lagi, tidak sama seperti yang pertama dan kedua, jika Yesus adalah Tuhan kenapa bisa mati ?.

Ini adalah foto Yesus atau gambar Maria ibu dan anaknya versi bangsa lain, mungkin imajinasi Maria dan Yesus bagi suku ini adalah yang tercantik dan terganteng di tempatnya.

Ini adalah muka Maria dan Yesus menurut versi Guadalupe, dalam gambar ini penampilan Yesus percis seperti anak perempuan.

Foto yang satu ini adalah diyakini sebagai muka Maria dan Yesus dalam bangsa lain.

Gambar berikut ini adalah muka Maria dan Yesus versi orang Timur Tengah, Bahasa Arab yang tertulis di atas adalah ummi Allah (Ibu Allah) dan Yesua Almasih (Yesus Al Masih).

Gambar yang ini adalah The Good Seheperd adalah julukan kepada yesus sebagai penggembala yang baik, dalam gambar yang ke delapan ini muka Yesus berbeda dengan gambar-gambar sebelumnya.

Gambar berikut ini adalah muka yesus versi orang Bolivia dengan penampilan yang sangat berbeda dengan gambar-gambar lainnya sesuai imajinasi yang buat gambar.

Gambar berikut ini adalah Lion of Judah adalah salah satu julukan buat Yesus singanya orang Yahudi, wajahnya hitam jauh dari gambaran muka Yesus yang selama ini kita kenal.

Gambar diatas ini adalah Imajinasi Yesus yang berambut kribo mirip orang ambon.

Dalam gambar yang satu ini adalah Maria dan Yesus menurut suku Apache, berbeda lagi mukanya.

Sedangkan gambar di atas mungkin muka Yesus menurut versi orang Indian.

Jadi kalau mencari gambar Yesus memberkati yang berkualitas tinggi untuk mereka ambil dan tempel di rumah atau gereja, tolong tanyakan pada dia apa buktinya kalau gambar tersebut merupakan gambar Yesus asli, jangan-jangan itu adalah hasil imajinasi pembuat gambar tersebut.

Ada sebagian umat Kristiani yang dulunya ngaku mantan Islam, kemudian masuk Kristen dengan alasan dia dijamah oleh Yesus. Ada juga yang katakan dia melihat muka Yesus. Padahal semua kesaksian seperti itu jelas bohong. Kenapa? Sebab darimana dia tahu bahwa itu benar­ benar wajah Yesus?? Wajah bapak kakek­nya saja hampir tidak ada pernah tahu, apalagi wajah orang yang telah mati lebih 2000 tahun yang lalu.

Oleh sebab itu disediakan hadiah uang tunai sebesar Rp. 10.000.000.- (sepuluh juta rupiah) kalau ada orang bisa memperlihatkan muka Yesus yang sesungguhnya. Semua gambaran Yesus dalam semua gambar tersebut, pasti hanya hasil rekayasa atau hasil imaginasi seseorang.

Jika disuruh orang suku Asmat di Papua melukis muka Yesus menurut imaginasi mereka, mungkin saja muka Yesus dibuat hitam, pendek, kribo, tanpa busana dan pakai koteka. Jika ada yang mengaku pernah dijamah dan ketemu Yesus, lihatkan gambar-gambar tadi, tanyakan padanya dan tolong tunjukin, muka yang mana yang dilihatnya? Sungguh satu Kebohongan besar jika penampilan Yesus adalah salah satu dari muka-muka tersebut.

Diambil dari buku “Mustahil Kristen bisa menjawab” karya H Insan L.S Mokoginta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Kanak-kanak Yesus (bahasa Inggris: Child Jesus) atau Bayi Yesus (Infant Jesus) merujuk Yesus Kristus pada masa kanak-kanak, yakni kehidupan-Nya sejak kelahiran sampai usia 12 tahun. Pada usia 13 tahun, ia telah dianggap sebagai orang dewasa, seperti halnya tradisi Yahudi pada waktu itu. Kebanyakan catatan Alkitab tidak menuliskan tentang masa kanak-kanak Yesus antara kelahirannya dan peristiwa Yesus ditemukan di Bait Allah pada usia dua belas tahun. Injil Matius mencatat mengenai perjalanan ke Mesir sampai kembaqli ke Israel dan kemudian tinggal di Nazaret, Galilea. Injil Lukas mencatat mengenai pertumbuhan di Nazaret dan perjalanan ke Yerusalem pada usia 12 tahun. Ada naskah-naskah tua yang tidak diakui sebagai bagian Alkitab tetapi sempat beredar dan digolongkan sebagai apokrif, misalnya: Injil Kanak-kanak Yakobus (Infancy gospel of James), yang menceritakan bahwa Yesus kecil sudah mempunyai kuasa untuk membuat burung hidup dari tanah liat dan melakukan mukjizat-mukjizat. Kisah-kisah ini merupakan tambahan dari abad ke-3 dan selanjutnya.

Penggambaran Yesus sebagai bayi dalam pelukan ibu-Nya, yang dikenal sebagai Madonna dan Bayi, merupakan ikonografi khas pada tradisi Gereja Ritus Timur dan Barat. Juga ada penggambaran umum pada masa bayi Yesus, penyunatan, pertama kali ke Bait Suci, penyembangan orang-orang Majus dari Timur, serta pelarian ke Mesir.[1]

Untuk tokoh ini dalam sudut pandang

Yesus (bahasa Yunani: Ἰησοῦς, Iesous; ca 4 SM sampai 30–33 M; bahasa Arab: يسوع; bahasa Ibrani: יֵשׁוּ‎), juga disebut sebagai Yesus dari Nazaret atau Yesus Kristus, adalah tokoh sentral Kekristenan. Menurut semua denominasi Kristen, Yesus dipandang sebagai Allah Putra (Allah Anak). Namun, seluruh umat Kristen meyakini bahwa Yesus adalah Mesias (atau Kristus/Almasih, semuanya secara harfiah berarti "Yang Diurapi") yang dinantikan dalam Perjanjian Lama.

Hampir semua akademisi setuju bahwa Yesus ada secara historis,[e] dan para sejarawan menganggap Injil Sinoptik (Matius, Markus, dan Lukas) sebagai sumber terbaik untuk meneliti historisitas Yesus.[17] Kebanyakan akademisi sepakat Yesus adalah orang Galilea, rabi Yahudi yang mewartakan pesannya secara lisan, dibaptis oleh Yohanes Pembaptis, dan disalibkan sesuai perintah Prefek Romawi Pontius Pilatus. Menurut pandangan aliran utama saat ini, Yesus adalah seorang pewarta apokaliptik dan pendiri sebuah gerakan pembaruan di dalam Yudaisme. Setelah kematiannya, pengikutnya percaya bahwa Yesus bangkit dari kematian, dan komunitas yang mereka bentuk kemudian menjadi Gereja Kristen.[19] Era kalender yang paling umum, disingkat "M" (Masehi) dalam bahasa Indonesia atau disingkat "AD" dari bahasa Latin "Anno Domini" ("dalam tahun Tuhan kita"), didasarkan pada kelahiran Yesus. Kelahiran Yesus dirayakan setiap tahun pada 25 Desember (atau beragam tanggal pada bulan Januari di dalam beberapa gereja timur) sebagai Natal.

Umat Kristen percaya bahwa Yesus memiliki suatu "signifikansi yang unik" di dunia.[20] Doktrin-doktrin Kristen mencakup keyakinan bahwa Yesus dikandung oleh Roh Kudus, dilahirkan dari seorang perawan bernama Maria, melakukan berbagai mukjizat, mendirikan Gereja, mati karena penyaliban sebagai kurban untuk penebusan, bangkit dari kematian dan naik ke Surga, serta akan datang kembali ke bumi. Sebagian besar umat Kristen percaya bahwa Yesus memungkinkan manusia untuk didamaikan dengan Allah. Pengakuan Iman Nicea menegaskan bahwa Yesus akan menghakimi orang mati baik sebelum atau setelah kebangkitan tubuh mereka, suatu peristiwa yang juga dikaitkan dengan Kedatangan Kedua Yesus di dalam eskatologi Kristen; walaupun beberapa kalangan meyakini peranan Yesus sebagai juru selamat memiliki kepentingan yang lebih sosial atau eksistensial daripada akhirat, dan beberapa teolog terkenal telah mengemukakan bahwa Yesus akan membawa suatu rekonsiliasi universal.[23] Sebagian terbesar dari kalangan Kristen menyembah Yesus sebagai penjelmaan dari Allah Putra, pribadi kedua dalam satu Trinitas Ilahi. Beberapa kelompok Kristen menolak Trinitarianisme, baik sebagian ataupun seluruhnya, karena mereka menganggapnya tidak selaras dengan kitab suci.

Dalam Islam, Yesus (umumnya ditransliterasikan sebagai Isa) dipandang sebagai Al-Masih (Mesias) dan salah satu Nabi Allah yang penting. Menurut umat Muslim, Yesus merupakan seorang pembawa kitab suci dan dilahirkan dari seorang perawan, namun bukan Putra Allah. Bagi sebagian besar kalangan Muslim, Yesus tidak disalibkan tetapi secara jasmani diangkat ke Surga oleh Allah.Yudaisme menolak keyakinan bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan, dengan alasan bahwa kematian Yesus di kayu salib menandakan bahwa ia ditolak oleh Allah dan kebangkitannya adalah suatu legenda Kristen.[24]

Orang Yahudi biasa pada zaman Yesus hanya memiliki satu nama, terkadang dilengkapi dengan nama ayahnya atau kampung halamannya.[25] Dengan demikian, dalam Perjanjian Baru, Yesus umumnya disebut sebagai "Yesus dari Nazaret" (mis. Markus 1:9) atau "Yesus orang Nazaret" (mis. Markus 10:47).[f] Para tetangga Yesus di Nazaret mengenalinya sebagai "tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon" (Markus 6:3), "anak tukang kayu" (Matius 13:55), atau "anak Yusuf" (Lukas 4:22). Dalam Injil Yohanes, Filipus menyebut Yesus sebagai "Yesus anak Yusuf dari Nazaret" (Yohanes 1:45).

Nama "Yesus" berasal dari nama Latin Iesus, transliterasi dari nama Yunani Ἰησοῦς (Iesous).[26] Bentuk Yunani tersebut merupakan terjemahan dari nama Ibrani ישו (Yeshua; "Yesua" dalam bahasa Indonesia), suatu varian dari יהושע (Yehoshua; "Yosua" dalam bahasa Indonesia) yang adalah nama sebelumnya.[27][28][29] Nama Yesua tampaknya telah digunakan di Yudea pada waktu kelahiran Yesus.[30] Karya-karya abad pertama dari sejarawan Flavius Yosefus, yang menulis dalam bahasa Yunani Koine, yaitu bahasa yang sama seperti yang digunakan dalam Perjanjian Baru,[31] menyebutkan setidaknya dua puluh orang berbeda dengan nama Yesus (yaitu Ἰησοῦς). Etimologi dari nama Yesus dalam konteks Perjanjian Baru pada umumnya disampaikan sebagai "Yahweh adalah keselamatan".

Sejak awal Kekristenan, umat Kristen telah lazim menyebut Yesus sebagai "Yesus Kristus". Kata Kristus (Christ dalam bahasa Inggris) berasal dari kata Yunani Χριστός (Christos),[26][35] yang adalah terjemahan dari kata Ibrani מָשִׁיחַ (Meshiakh), artinya yang "diurapi" dan biasanya ditransliterasi ke dalam bahasa Inggris sebagai "Messiah" ("Mesias" dalam bahasa Indonesia).[36] Umat Kristen menetapkan Yesus sebagai Kristus karena mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang dinantikan, dinubuatkan dalam Alkitab Ibrani dan Perjanjian Lama (Yohanes 4:25–26). Dalam penggunaan pasca penulisan Alkitab, Kristus menjadi dipandang sebagai sebuah nama—salah satu bagian dari "Yesus Kristus"—tetapi pada awalnya merupakan sebuah gelar.[39] Istilah "Kristen" atau "Kristiani" (artinya "orang yang terikat kesetiaan kepada pribadi Kristus" atau cukup "pengikut Kristus" saja) telah digunakan sejak abad pertama.[41]

Ajaran, khotbah, dan mukjizat

Dalam Injil Sinoptik, Yesus mengajarkan secara luas, sering kali dengan perumpamaan, mengenai Kerajaan Allah (atau, dalam Injil Matius, Kerajaan Surga).[129] Kerajaan itu dideskripsikan telah dekat (Markus 1:15) dan telah ada dalam pelayanan Yesus (Lukas 17:21). Yesus menjanjikan keikutsertaan dalam Kerajaan itu bagi mereka yang menerima pesan-Nya (Markus 10:13–27).[129] Yesus berbicara tentang "Anak Manusia" (atau "Putra Manusia"), sebagai seorang sosok apokaliptik yang akan datang untuk mengumpulkan orang-orang terpilih.[130]

Yesus memanggil orang-orang untuk bertobat dari dosa mereka dan mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah.[25] Yesus mengatakan kepada para pengikut-Nya untuk berpegang teguh pada hukum Yahudi, kendati oleh beberapa kalangan Yesus sendiri dianggap melanggar hukum tersebut, misalnya mengenai Sabat.[25] Ketika ditanya mengenai apa perintah terbesar, Yesus menjawab: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. ... Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 22:37–39). Ajaran-ajaran etika yang lain dari Yesus misalnya mengasihi musuh, menjauhkan diri dari kebencian dan hawa nafsu, serta memberi pipi yang lain jika ditampar orang (Matius 5:21–44).[131]

Injil Yohanes menyajikan ajaran-ajaran Yesus bukan hanya sebagai pewartaan-Nya sendiri, tetapi sebagai wahyu ilahi. Sebagai contoh, Yohanes Pembaptis dalam Yohanes 3:34 menyatakan: "Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas." Dalam Yohanes 7:16 Yesus mengatakan, "Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang telah mengutus Aku." Ia menegaskan hal yang sama dalam Yohanes 14:10: "Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-Nya."[132][133]

Dalam Injil, kira-kira tiga puluh perumpamaan merupakan sekitar sepertiga ajaran Yesus yang tercatat.[132][134] Perumpamaan-perumpamaan tersebut diperlihatkan dalam khotbah-khotbah yang lebih panjang dan di bagian lain dalam rupa narasi.[135] Perumpamaan Yesus sering kali mengandung simbolisme, dan biasanya mengaitkan dunia jasmani dengan rohani.[136][137] Tema-tema umum dalam kisah-kisah ini misalnya kebaikan dan kemurahan hati Allah serta bahaya-bahaya pelanggaran.[138] Beberapa perumpamaan Yesus, seperti Anak yang Hilang (Lukas 15:11–32), relatif sederhana, sementara yang lainnya seperti Benih yang Tumbuh (Markus 4:26–29) termasuk kompleks, mendalam, dan sulit dipahami.[139]

Dalam laporan-laporan Injil, Yesus memberikan porsi besar dalam pelayanan-Nya dengan melakukan berbagai mukjizat, terutama penyembuhan. Mukjizat-mukjizat tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama: mukjizat penyembuhan dan mukjizat alam. Mukjizat penyembuhan yang dilakukan Yesus yaitu menyembuhkan penyakit fisik, eksorsisme (pengusiran setan), dan membangkitkan orang mati. Mukjizat alam memperlihatkan kuasa Yesus atas alam, misalnya mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, dan meredakan badai. Yesus menyatakan bahwa mukjizat yang dilakukan-Nya berasal dari sumber ilahi. Sementara para lawan Yesus menuduh-Nya melakukan eksorsisme dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan, Yesus menanggapi mereka dengan mengatakan bahwa Ia melakukan mukjizat dengan "Roh Allah" (Matius 12:28) atau "kuasa Allah" (Lukas 11:20).[25][143]

Dalam Injil Yohanes, mukjizat-mukjizat Yesus dideskripsikan sebagai "tanda-tanda", dilakukan untuk membuktikan misi dan keilahian Yesus.[144][145] Namun, dalam Injil Sinoptik, ketika diminta untuk memberikan tanda-tanda ajaib untuk membuktikan otoritas-Nya, Yesus menolak.[144] Dalam Injil Sinoptik juga dikisahkan bahwa orang banyak secara berkala menanggapi mukjizat-mukjizat Yesus dengan rasa kagum dan memaksa-Nya untuk menyembuhkan penyakit mereka. Dalam Injil Yohanes, Yesus tampak tidak tertekan oleh orang banyak tersebut, mereka sering menanggapi mukjizat Yesus dengan keyakinan dan iman. Satu karakteristik yang terlihat di antara semua mukjizat yang dilakukan Yesus dalam laporan-laporan Injil yaitu bahwa Yesus melakukannya dengan bebas dan tidak pernah meminta pembayaran materiil dalam bentuk apa pun.[147] Episode-episode dalam Injil yang memuat deskripsi terkait mukjizat Yesus juga sering mencakup ajaran-ajaran, dan mukjizat itu sendiri mengandung elemen pengajaran.[148] Banyak dari mukjizat yang dibuat Yesus mengajarkan pentingnya iman. Misalnya dalam peristiwa disembuhkannya sepuluh orang kusta dan dibangkitkannya anak perempuan Yairus para penerima manfaat mukjizat-mukjizat tersebut diberitahu bahwa kesembuhan mereka terjadi karena iman mereka.[151]